CERITA TANTE BINAL
Cerita Ngentot Mama Binal TerHOT

Cerita Ngentot Mama Binal TerHOT

cerita seks mama

 Cerita Dewasa Ngwntot Mama Binal


Aku hanya bisa memandangi foto orang yang menurut mama adalah ayahku. Disaat aku menyesali segala macam perbuatan terkutukku terhadap mama, orang yang selama 18 tahun telah merawatku seorang diri hingga tumbuh menjadi seperti ini. Aku terlahir sebagai anak yatim karena tak pernah melihat ayahku kecuali foto yang kusaksikan saat ini. Ayahku tewas kecelakaan saat akudalam kandungan. Dulu ayahku adalah seorang pekerja proyek bangunan irigasi, hingga selalu bekerja berpindah-pindah dari satu pelosok ke pelosok lainnya.

Pada suatu saat di dusun pedalaman sumatera barat, ayahku berkenalan dengan seorang gadis yangselanjutnya menjadi ibuku. Memang mama terlalu dini untuk menikah, saat itu ayahku berumur 27 tahun sedangkan mama baru berumur 15 tahun tapi hal itu bukan menjadi penghalang mereka untuk menikah. Saat itulah ayahku memboyong mama ke jakarta. Namun naas tak dapat dihindari, tiga bulan kemudian ayahku tewas dalam kecelakaan lalu linrtas. Dari saat itu mama mengasuhku seorang diri dengan membuka toko kelontong kecil dari uang sisa warisan ayahku hingga berkembangseperti saat ini.

Kejadiannya bermula ketika ujian EBTA selesai, waktu itu pukul 9:00 pagi. Aku langsung saja meluncur pulang karena memang aku mesti pulang. Sesampainya di rumah aku melihat mama sedang memasak makanan, hal itu biasa dan memang seperti biasanya, yang luar biasa adalah saat itu mama hanya menggunakan daster yang sangat pendek, hanya setengah paha.

"Ma.. itu baju siapa?" tanyaku heran.
Aku dapat melihat walaupun diumurnya yang akan menginjak 34 tahun tapi mama masih memiliki tubuh yang sintal, terlihat dari balik daster itu masih menampakkan tonjolan di pantat dan dadanya. Aku pun larut membantu mama menyiapkan bahan masakan, tapi kembali aku terpaku disaat duduk berhadapan mengiris sayuran, mataku menangkap warna putih celana dalam mama, sebenarnya mama duduk dalam posisi yang biasa, namun ia belum sadar kalau saat itu ia hanya menggunakan daster pendek, aku berusaha mangalihkan pandanganku, tapi selalu saja kembali melirik ke arah itu sampai akhirnya aku tertangkap basah, saat aku melirik disaat itu pula mama melihat ke arahku, kemudian secara perlahan ia merapatkan pahanya. Kejadian itu membuatku tidak tenang, selalu akumemikirkan apa yang ada di balik warna putih kain penutup tersebut, walau aku selalu mendapatkan ranking di kelasku tapi dalam hal wanita dan isi dalamnya, aku berada di nomor 39 alias nomor absensi terakhir di kelasku. Hal ini menimbulkan ide edan di kepalaku, tanpa sepengetahuan mama, lubang kunci pintu kamar mandi akan menjadi teropongku! Benar saja sekitar pukul 5 sore jadwal mama mandi. Aku pura pura saja membaca koran di ruang tamu manakala mama lewat hanyamelilitkan handuk di tubuhnya.

"Donny.. udah mandi belumm?" tanyanya sembari berlalu.
"Iya ntar.. Mama dulu deh" sahutku sambil berpura-pura serius membaca koran.
Aku mendengar suara pintu kamar mandi ditutup, secepat kilat aku berlari untuk menngintip. Perlahan mama melepaskan handuk yang melilit di tubuhnya. Hufss.. tampaknya tak ada lagi yang menutupi tubuh mama, dadanya tampak membulat indah, dengan bulu-bulu lembut menghiasi selangkangannya, lalu ia mulai mengguyurkan tubuhnya denghan air. "Jduk.." tiba-tibakepalaku terbentur gagang pintu karena kurang konsentrasi. Aku tak tahu apakah mama merasa curiga atau tidak karena saat itu aku telah lari kembali ke ruang tamu.

Seminggu telah berlalu dari kejadian tersebut dan kini aku telah mempunyai ide yang lebih edan lagi, "Obat tidur!" Aku membeli pil atifan, kata temanku itu adalah pil penenang dengan efek samping tidur. Disaat makan siang aku membubuhkan atifan yang telah kutumbuk menjadi tepung ke gelas mama. Ternyata memang benar, tak beberapa lama berselang mama telah pulas di kamarnya. Aku menuju kamar mama sejam kemudian, aku berusaha untuk membangunkannya untuk meyakinkan bahwa ia benar-benar tidur.

"Ma.. ma.. Mama.." tak ada reaksi, aku memegang tangannya untuk lebih yakin lagi, tapi masih juga tak ada reaksi, aku merasa lega. Namun masalah kemudian timbul, saat itu mama menggunakan celana panjang lantaran tak sempat untuk mengganti dengan daster tidurnya.

Perlahan aku membelai wajahnya, mama memang mempunyai wajah yang sangat cantik, setidaknya itu menurutku. Setelah puas, belaian tanganku mulai turun ke pangkal lehernya yang putih mulus dan jenjang. Ada rasa hangat mulai berdesir di tubuhku, jantungku mulai berpacu tak normal. Sangat pelan aku mulai meraba dada yang masih terbalut oleh bra berwarna krem. Aku sudah tidak sabaringin melihat yang lebih jauh lagi. Perlahan sekali aku melepaskan kancing celana panjangnya, kemdian menurunkan reitslitingnya lebih perlahan lagi, yang kemudian menampakkan celana dalam warna krem juga. Saat itu aku merasa telah berada di dunia lain karena jantungku berdetak begitu kencangnya. Dari ujung kaki aku menarik celana panjang hitam itu hingga terlepas sama sekali. Tak lupa celana dalam krem itupun kulorotkan juga. Dalam seumur hidup, baru saat itulah kalipertama aku melihat vagina seorang wanita dari jarak yang begitu dekatnya. Kucoba untuk meregangkan kedua pahanya untuk memperhatikan lebih detail isi dari vagina wanita. Hufhh.. dengan warnan kemerahan sepertinya menantang untuk disentuh, kucoba untuk membelainya kemudian memasukkan jari tengahku ke dalam lubang hangat tersebut, ternyata masih sempit. Sampai disitu aku tak melanjutkan aksiku, kupakaikan kembali pakaiannya seperti semula, akhirnya aku onani sendiri di kamar mandi.

Setelah kejadian itu aku jadi semakin berani, saat bercanda dengan mama aku sering mencubit pantatnya bahkan kadang aku sudah berani mencium belakang lehernya, tapi aku tak tahu apakah mama masih menganggapnya itu suatu kewajaran atau mama telah sadar bahwa ada kelainan pada diriku tapi berpura-pura tidak tahu. Terakhir, aku menyewa sebuah VCD, walaupun bukan filmporno tapi dapat dikatakan film itu setingkat diatas film semi.

"Ma.. umur Donny sekarang berapa?" tanyaku mencari alasan.
"18.. emang kenapa sayang?" jawabnya sambil mengerutkan dahi.
"Berarti Donny boleh nonton film 17 tahun ke atas, khan?" lanjutku kembali.
"Bolehh.. Donny khan sudah besar.." sahut mama membuatku merasa dewasa.
"Mau khan Mama nonton bareng Donny?" pintaku, dan aku merasa senang saat mama menganggukkan kepalanya tanda ia mau menemaniku. Terlebih saat itu mama memakai daster pendeknya lagi.

Sepuluh menit berlalu setelah film di putar, posisinya masih seperti semula, aku memeluk mama dari belakang karena memang sebelumnya adalah biasa kalau aku memeluk mama saat nonton film.Adegan mulai panas ketika memasuki menit ke 15, tak terasa adik kecilku mulai bangkit dari tidurnya, sialnya lagi badan mama menempel di tubuhku hingga menyulitkan posisi adikku, untungnya mama mengerti, kemudian menarik badan untuk tidak bersandar lagi ke tubuhku. Kesempatan itu kugunakan untuk memperbaiki posisi adikku. Tak berselang lama kemudian aku memeluk mama lagi, perlahan kutarik tubuhnya untuk bersandar lagi di dadaku. Aku tidak tahu apakah ia merasakan di punggungnya ada benda keras melintang, sementara tanganku masih melingkar manis di perutnya yang ramping.

Adegan film semakin panas, kami hening tak bicara, yang ada hanya suara cegukan air ludah yangditelan paksa keluar dari mulut kami berdua. Aku semakin memeluknya lebih erat lagi, mama masih diam dan terus menyaksikan film, darahku sepertinya berdesir hebat, kuberanikan diri kembali untuk mengecup leher bagian belakangnya, satu dua kali mama masih terpaku diam. Akhirnya kubuka pembicaraan.
"Gimana sih rasanya gituan.." tanyaku lirih ketika di layar TV adegan telah menjurus ke hubungan seks.
"Nggak tau Don.. Mama juga sudah lupa.." jawabnya lebih lirih lagi tapi matanya tetap lurus ke layar TV.
"Mama nggak pengen gituan lagi?" tanyaku terbata-bata.
Yang pasti pertanyaanku tidak terjawab karena setelah itu hening kembali, sepertinya mama sangat menikmati film tersebut dan tidak mempedulikan semua pertanyaanku.

Pelan sekali aku mulai menggerak-gerakan tangan di sekitar perutnya, dasternya begitu tipishingga terasa sekali kalau tanganku sedang mengitari pusarnya. Aku menciumi lagi leher bagian belakang, antara hidup dan mati aku memberanikan diri untuk menaikkan rabaan tanganku hingga pelan namun pasti tanganku sampai di dada yang menurutku tidak begitu besar tapi masih padat dan montok.

"Ehem.." mama terbatuk, entah sengaja atau tidak hal itu seperti halilintar bagiku dan menampar pipiku. Tapi sampai saat itu mama masih membiarkan tanganku di dadanya. Aku memberanikan diri lagi untuk mencium belakang lehernya, nafasku seperti memburu, aku sudah lupa diri, kuciumi semua leher sampai belakang telinganya.

"Hhhsstthh.." terdengar suara rintihan mama walau pelan tapi terdengar begitu berarti bagiku. Tanganku mulai meremas dadanya, sedangkan tangan kiriku mulai turun menyingkap daster mininya.
"Donny jangan nakal ahh.." mama mulai bicara namun masih juga belum menangkis tanganku. Suaranya begitu pelan dan lembut. Akupun mulai menurunkan reitliting daster yang ada dipunggung mama, hingga sebatas pinggang.
"Donny jangan.." Mama mulai bereaksi namun masih belum menghindar. Kuciumi punggung indah mama sembari tanganku berusaha untuk melepaskan tali BH-nya hingga terlepas sama sekali.
"Sayang mau ngapain sih.." ujar mama sambil menyeringai penuh arti. Aku terus berusaha untuk menelanjangi mama. Aku melorotkan daster mini itu, dengan mengangkati sedikit saja pantatnya untuk meloloskan daster itu, lepaslah daster mini aduhai tersebut. Kini mama hanya menggunakan celana dalam saja, tanganku tak henti-hentinya meremas dada mama.

"Hhssthh.. Donny.." mama merintih menikmati belaianku. Di layar TV nampak adegan permainan yangsensasional, mama terus memandangi film itu sambil menikmati remasanku. Aku mulai mengusap celana dalam mama, mama masih diam. Perlahan kugosokkan secara melingkar, sepertinya mama menikmati setiap sensasi yang kuberikan. Perlahan aku mulai membuka celana dalam mama, dan sepertinya mama memberikan jalan untuk itu, dalam sekejap celana dalam itu telah berada disampingku alias mama telah bugil total. Kembali tanganku mengusap vagina yang sudah sangat basahbahkan cenderung becek itu, sangat hangat dan seperti ada denyutannya.

"Uhh.. Donny jahat.." kata mama sambil meringis kenikmatan. Kini aku memberanikan diri untuk mencium bibirnya, tapi sepertinya mama menolak, mama tak mau berhadapan denganku.
"Jangan sayang, ini Mama lho bukan orang lain.." kata mama lagi, kesempatan itu kugunakan untuk membuka bajuku sendiri dalam sekejap aku telah bugil juga. Aku masih berusaha untuk menciumi bibirnya.

Dua menit kemudian baru aku mendapatkan. Aku merebahkan mama di lantai, seluruh bibirnya telah kulumat dan mama membalas dengan sangat garang sepertinya ia sangat haus akan sentuhan setelah sekian lama tak terjamah laki-laki. Aku menindih mama. "Donny..?" ujar mama sambil membeliakkan matanya seolah tak percaya dengan yang digenggam, ketika tangannya memegang adikku yang sangat sangat tegang. "Emang kenapa Ma..?" tanyaku disela-sela nafasku yang makin memburu.Mama kembali terdiam, sedangkan aku terus merangsangnya, aku tak mau mama keburu sadar, pikirkukalau basah ya mandi sekalian. Aku berusaha memasukkan penisku ke vaginanya namun selalu meleset dan meleset, sepertinya ukuran penisku terlalu besar untuk ukuran vagina mama. Di samping mamayang selalu menhindari tusukanku.

"Ma.. nggak bisa masuk" ujarku perlahan.
"Jangan ya sayang ya, ini mama lho.." mama mulai melarangku sambil membelai rambutku sepertinya ia mulai tersadar.
"Donny tau kok, Mama pengen juga khan? " aku berusaha untuk menghindar disalahkan.
"Mama nggak munafik, mama akui mama pengen, tapi jangan sama Donny dong.." jawab mama lembut untuk meyakinkanku.
"Berarti Mama pengen gituan sama orang ya?" tanyaku balik tak terima.
Sejenak mama terdiam membisu, sekilas aku melihat mata mama mulai berkaca-kaca. Seolah mama tak percaya dengan apa yang baru kuucapkan.
Kemudian berkata, "Mama nggak mungkin gituan sama orang lain, mama terlalu sayang sama Donny.. nggak pernah terlintas di kepala mama untuk mencari laki-laki lain.." mama mulai menangis yang membuatku diam sejuta bahasa.
"Bahkan mama rela mati untuk Donny." lanjutnya kembali sambil mengusap air mata yang mulai menetes.
"Mama nggak tega untuk meninggalkan Donny." kembali mama melanjutkan kesahnya.

Aku merebahkan tubuh di samping mama, kondisi kami berdua masih bugil, sedangkan film di TV telah kumatikan. Kami diam, hening sunyi tanpa ada pembicaraan berarti. Aku berpikir bahwa aku benar-benar anak durhaka, bahkan mama sendiri ingin kutiduri.

Ketika tiba-tiba mama bersuara pelan, " Kenapa sih Donny pengen tidurin mama.." tanya mamaterdengar seperti pertanyaan seorang hakim di pengadilan.
"Mama.. cantik." ujarku pelan hampir tak terdengar.
"Karena Donny sayang Mama," lanjutku kembali berusaha untuk meyakinkan mama.
"Mama juga sayang sama Donny, tapi apa harus seperti ini penyampaiannya." tanya mama lagi lebih mendetail.
"Iya emang Donny salah kok.. Donny salah.. Donny salah.." tukasku keras sambil duduk dan memakai celana dalam yang sejak tadi berserakan.
"Donny marahh?" ujar mama lembut sambil berusaha meraih kepalaku untuk mengelus rambut yang acak-acakan.

Tak lama kemudian mama memelukku sambil sesekali terisak, "Jangan marah ya.. jangan siksa perasaan mama." kata mama disela-sela isak tangisnya.
"Maafin Donny Ma, tadi Donny kurang kontrol," sahutku pelan sambil membelai punggung mulusnya.
"Donny pengen menyerahkan keperjakaan Donny untuk mama, pengen kalau mama orang pertama yang mengajari tentang semuanya, tapi Donny sadar itu salah.." ujarku memperbaiki kesalahan ketika ciuman hangat jatuh di keningku, kemudian turun dan tanpa sadar mulut kami beradu lagi tapi tidak sekencang yang pertama namun begitu lembut hangat dan mesranya. Giliran mama sekarang yang memelukku erat seolah tak ingin dilepaskannya lagi.

"Maafin mama.." ujarnya sambil terus memelukku.
"Mama terlalu egois.." lanjutnya sembari menciumi pipiku dengan penuh kasih sayang.
"Kalau memang itu yang Donny mau," tanpa meneruskan kalimatnya selanjutnya, mama bangkit kemudian berjalan menuju kamarnya. Seribu pikiran telah merambah kepalaku, aku bingung harus bagaimana. Tapi akhirnya aku memilih alternatif kedua, ikut masuk ke dalam kamarnya.

Aku terpana saat melihat mama tidur terlentang sambil matanya menatap sayu ke arahku. Bulu-bulu lembut tampak semerawut di sekitar selangkangannya. Pelan aku mendekatinya, sepertinya gayung bersambut.
"Mama ingin jadi orang pertama yang memberikan sayang seluruhnya pada Donny." kata mama sambil berusaha menutupi selangkangannya dengan kedua tangan, nyata sekali kalau mama masih caanggung untuk bugil di depan orang. Seketika seranganku ke mulutnya dibalas lebih garang lagi. Aku benar-benar tidak tahan, kucoba memasukkan penisku secepat mungkin. Namun selalu meleset.
"Abis Donny sihh besar sekali.." sambil tangannya menuntun penisku ke liang tempat aku lahir.
"Ditekan.. sayang.." lanjut mama sambil tangannya tetap memegang penisku agar diam. Aku berusaha untuk menekan, namun terasa seperti ada sesuatu yang menahan. Aku terus berusaha sampai akhirnya, "Slebs.." kepala penisku amblas melewati pintu lubang yang sangat sempit itu. "Ukhh.." mama menjerit tertahan sepertinya mama merasakan sakit. Aku terus menekan menerobos masuk hingga benar-benar amblas seluruhnya, kepala adikku seperti menyentuh sesuatu yang kenyal di kedalamansana.

"Sayang yang pelan dong.." ujar mamaku sambil meringis menahan sakit. Aku mulai mengocokkan keluar masuk, mama benar-benar menikmati setiap gerakan yang kuberikan. "Uuhh.." mama merintih pelan. Mama mulai mendekap tubuhku erat. Sedangkan aku terus menurun-naikkan tubuh hingga aku merasakan nikmat luar biasa. Mama mulai maracau tak karuan ketika gerakanku semakin cepat menghantamnya. Suara desahan nafas bercampur dengan suara vagina yang dikocok oleh penisku, begitu kontras. Nyata sekali kalau vagina mama benar-benar telah basah bahkan mungkin sangat becek hingga mengeluarkan suara yang menurutku aneh, sepertinya ada sesuatu terjadi pada mama, ia semakin mendekapku erat, goyangan pinggulnya semakin liar dan hal itu membuatku seperti akan meledak, keringat telah membanjiri tubuh kami berdua. Aku semakin akan mendekati puncak ketika tiba-tiba mama menjerit dan telah sampai pada puncaknya yang sedetik kemudian aku menyusul ke surga dunia tersebut. Aku terkulai lemas. Diam tanpa ada suara sedikitpun. Sejenak kemudian ada suara isak tangis dari mulut mama, rupanya mama tersadar kemudian berlari ke kamar mandi, setelah itu hening.

Keesokan harinya keadaan tetap seperti biasanya, hari itu libur sekolahku aku tetap berada di rumah untuk menemani mama, aku tak tega untuk meninggalkannya seorang diri di rumah. Saat itu mama sedang mencuci pakaian, mama adalah seorang yang rajin, semua pekerjaan rumah dikerjakan sendiri olehnya, itu yang membuatku terkagum-kagum padanya, ia selalu mengerjakan semua tanpa pernah meminta tolong kecuali mamang setelah ia tak mampu. Tapi saat itu aku berinisiatif untuk membantunya lagi pula 70% yang dicuci mama adalah bajuku sendiri. Tanpa basa basi aku langsung menuju ember untuk mengucek baju baju ringan agar bersih.

"Lho mimpi apa semalam kok tumben nyuci.." kata mama sedikit menyindir.
"Nggak kok cuma pengen bantu aja." sahutku sambil nyengir tak karuan.
Kami pun larut dalam pekerjaan itu, beberapa menit kemudian tugas harian itu selesai. Baju yang kupakai basah semua begitu juga dengan mama. Akupun mandi lagi, setelah selesai disusul mama. Saat itu kami sedang menonton TV, ketika langit mendung dan menampakkan akan datang hujan, benar saja beberapa menit kemudian gerimis pun jatuh perlahan dari langit, kami pun berlari ke belakang menyelamatkan baju-baju yang hampir kering.

"Jduaarr.." petir menyambar dengan lantangnya seolah tak ada yang berani melawan. TV telah mati, otomatis. Aku diam sendiri melamun, sedangkan mama masih asyik dengan majalah Femina-nya duduk di ruang tamu, hujan turun dengan lebatnya, aku pun ikut larut duduk di ruang tamu sambil membaca majalah Femina yang banyak terdapat di kolong meja ruang tamu, sesekali aku memperhatikan wajah mama, memang benar kata orang kalau mama seorang wanita yang cantik, tinggi semampai dengan kulit putih mulus, leher jenjang dan dada membulat indah, seandainya sajaorang juga tahu kalau mama mempunyai vagina yang indah dengan warna kemerahan dan terlihat seperti milik gadis belasan tahun maka lengkaplah mama sebagai wanita sempurna.

Bolak balik aku membuka halaman namun tak ada satupun isi majalah yang menarik minatku untukmembacanya. Majalah itu kuletakkan kembali di bawah meja, aku duduk sendiri lagi, kembali kuperhatikkan mama, aku teringat semalam bagaimana mama bagai kuda binal memacu mengejar kenikmatan. Tak terasa penisku membengkak. Sepertinya mama tahu kalau sedang diperhatikan.
"Donny ngapain juga ngeliatin mama seperti itu.." tanyanya sambil membalik ke halaman berikut.
"Nggak kok Ma.. mama cantik sih," jawabku lugu sambil memperbaiki posisi penisku.
Mama tersenyum renyah, ufhh sungguh manis jika mama tersenyum. Kemudian mama meletakkan kembali majalahnya untuk bangkit menuju jendela menyaksikan hujan yang turun dengan lebatnya. Aku melihat dari belakang betapa sexy-nya tubuh mama, pantatnya menonjol keluar, penisku serasa meledak saja, melihat hal itu. Aku pun beranjak menyaksikan hujan dari belakang mama. Kupeluk tubuh mama, mama memegang tanganku di perutnya. Penisku sengaja kutempel di belakang pantatnya.

"Ma.. Donny sayang mama," lirihku pelan.
"Mama juga sayang sama Donny." sahut mama sambil mencium keningku, kemudian ia berbalik menghadapku, mama memelukku dengan melingkarkan kedua tangannya di leherku. Aroma tubuh wanita asli tanpa farfum pun keluar dari tubuh mama terutama kedua ketiaknya, membuatku semakin terangsang. Lama kami saling pandang, mama begitu cantiknya dengan hidung bangir bibir tipis dan mungil. Semakin aku memeluknya erat serasa tak ingin kulepaskan lagi.
"Dansa yuk.." ajak mama gembira sambil meregangkan pelukannya.
"Boleh tapi tapenya khan di kamar," jawabku bingung.
"Ya.. iya dansanya di kamar Donny aja," sahutnya kembali menjelaskan.Tak berapa lama berselang alunan piano chopin pun beralun sendu, begitu romantisnya kami berdansa layaknya pasangan yang lagi dimabuk asmara. Mama memeluk leherku dengan lembut aku pun tak mau kalah, pinggang mama yang ramping kujadikan sandaran tanganku. Tak lama kemudian mama merebahkan wajahnya di dadaku, aku merapatkan pelukanku sambil mengelus elus punggungnya, kuciumi rambut mama yang wangi sembari tangan kananku terus menelusuri tubuhnya hingga menuju pantat yang membulat sempurna. Sambil berdansa santai, kuremas pantat indah mama.

"Tu khan.. Donny nakal lagi," kata mama protes sambil mencubit belakang leherku.
Aku tak mempedulikan kata-katanya, aku terus meremas pantatnya, perlahan kutarik roknya yang sebatas lutut hingga mendapatkan ujungnya. Dari situ aku memasukkan tanganku untuk memegang langsung pantat yang dibalut celana dalam yang aku belum tau warnanya itu.
"Donny, jangan lagi ah.." ujar mama masih menandakan dengan suara yang lembut.
Mama tetap bersandar di dadaku, aku terus mendekapnya erat tanpa melepaskannya sedikitpun. Kami terus masih berdansa ketika tanganku telah berhasil masuk ke dalam celana dalam melewati sisi sampingnya. Terasa sekali kulit pantat mama begitu lembutnya. Perlahan kulorotkan celana dalam penghalang itu, mama masih diam ketika celana itu telah lorot sampai setengah paha, dengan bantuan kakiku akhirnya celana yang ternyata berwarna kuning itu merosot sampai telapak kaki mama.

"Donny mau telanjangi mama lagi yaa?" tanyanya sambil menatapku, kali ini mama mengangkat kepalanya menatapku.
Aku diam tak bisa menjawab, terpaksa wajahku tertunduk malu. Aku tak kuasa memandangi wajah mama. Aku berpikir mungkin mama masih menginginkan kejadian semalam, tapi dugaanku ternyata meleset.
"Maafin Donny Maa.." sahutku tertunduk, "Abis Donny pengen seperti tadi malam lagi.." lanjutku polos tanpa ada yang tertahan.
"Donny pengen lihat mama telanjang lagi?" tanya mama sambil mengelus pipiku.
Aku diam tak bisa menjawab kecuali memandangi kuku kakiku yang mulai panjang.
"Atau mungkin Donny pengen tiduri mama lagi yaa?" kembali pertanyaan itu bagai petir yang berkecamuk di luar menghantam ubun-ubunku.

Mama tersenyum, kemudian menjauh dariku hingga posisi kami berhadapan tapi di sisi tembok yang berlawanan. Perlahan sekali mama menarik kaos yang digunakan hingga terlepas sama sekali, kini mama hanya menggunakan bra yang ternyata berwarna kuning juga sepertinya satu paket dengan celana dalam yang tadi berhasil kulorotkan dengan rok sebatas lututnya. Chopin masih sibuk dengan pianonya dalam tape-ku. Saat kemudian kembali bra kuning itu dilepaskan mama hingga menampakkan gundukan kenyal dan montok itu seperti terbebas dari penjara bernama BH. Aku masih terpana dengan kelakuan mama, sepertinya bukan aku saja yang sakit jiwa tapi mama juga sudah tertular dengan penyakit incest-ku. Dalam hati aku berpikir ternyata rok itu telah mencapai lutut hingga ketika tangan halus mama melepaskannya. Tak ada lagi penghalang yang menutupi tubuh indah mama. Cegukkan air liur terdengar seperti pemaksaan ditelan keluar dari mulutku.

"Mama nggak mau mengotori kamar Donny.." sambil mengambil pakaiannya yang berserakan di lantai mama berlalu menuju kamarnya. Kembali hal ini meninggalkan sejuta pertanyaan di benakku, tapi seperti kemarin aku selalu memilih alternatif yang kedua, mengikuti ke kamarnya. Kali ini aku tak mau setengah-setengah, seluruh pakaianku kulepas semua, ketika aku berjalan ke kamar mama kondisiku sudah dalam keadaan bugil dengan penis tegang mengacung-acung.

Tak ada yang istimewa, kulihat mama duduk di meja rias menghadap cermin tetap dalam keadaan bugil. Aku mendekati untuk selanjutnya duduk di belakang mama sambil memeluknya. Mama tersenyum penuh arti kemudian berdiri lagi dan meninggalkanku lagi yang duduk terpaku. Ternyata dugaanku benar mama berdiri menuju tempat tidur, terlentang sambil memandangku. Dan aku sudah paham dalam kondisi ini mama sudah dalam keadaan terangsang. Sekarang sudah saatnya aku akan mempraktekkan teori dalam film blue bagaimana cara memuaskan wanita.

Perlahan aku menindihnya, kemudian mulut kami beradu dengan dahsyatnya terdengar bersuara begitu kerasnya, aku menciuminya dengan penuh nafsu. Lalu aku menurunkan ciumanku ke arah leher, mama sedikit melenguh, ketika ciumanku sampai di daerah puting susunya. Kuhisap dan kulum puting yangberwarna kemerahan itu. Kembali ciuman kuturunkan sampai mengelilingi pusar yang kelihatan begitu bersihnya.

"Uhh.." mama melenguh keras saat lidahku menyentuh klitorisnya. Vaginanya begitu basah denganbau khas yang menambah seleraku untuk menjilatinya, kucoba untuk menjilati daerah basah tersebut. Ufssh.. Asin dan terasa seperti sesuatu yang belum pernah kurasakan sebelumnya tapi keadaan itu tak membuatku menghentikan kegiatanku, aku terus menjilatinya bahkan semakin rakus seperti ingin membersihkan vagina orang yang paling kusayangi tersebut.

"Mmmhh.. sstt.." mama menjerit tertahan saat kucoba memasukkan jari tengahku ke dalam dirinya, terasa begitu hangat dan lembab. Kocokan keluar masuk tanganku semakin membuat mama kelojotan tak tentu arah, mama mulai menggerakkan pinggulnya yang tadi hanya diam karena itu aku yakin mama dalam keadaan sangat terangsang. Aku terus menjilati klitorisnya sembari jari tengahku keluar masuk melewati pintu sempit vagina mama. Semakin liar mama menggerak-gerakkan pinggulnya seolah ingin cepat sampai pada orgasmenya. Aku sudah tak tahan, secepat kilat aku menjajarinya, kuciumi mulut tipis mama, kuhisap sepenuh tenaga. Hingga kurasakan penisku digenggam oleh mama dan secara paksa menariknya mendekati lubang kewanitaannya.

"Cepat sayang.. tekan," mama memohon padaku untuk segera memasukkan penisku ke arahnya.
Perlahan kutekan sambil menikmati sensasi yang timbul ketika menyaksikan wajah mama meringis menahan sesuatu saat penisku melewati dinding dinding sempit vaginanya secara perlahan.
"Bless.." akhirnya penisku terbenam seluruhnya dan tepat mengenai mulut rahim yang kenyal.
"Ouhh.. Donny sayang," mama kembali melenguh saat kucoba untuk menarik penisku secara perlahan dan kembali membenamkannya hingga amblas seluruhnya. Pinggul mama mulai bergoyang lagi mengimbangi tusukanku yang tetap konsisten berirama pelan. Suara decakan vagina yang beradu dengan penis mulai terdengar karena kurasakan mama adalah tipe wanita dengan vagina yang becek, namun di situlah nikmatnya berhubungan seks dengan mama, suara itu seperti menambah semangatku untuk terus memacunya.

"Teruskan sayang.. terus.." mama mulai meracau tak karuan, saat hentakanku semakin cepat frekuensinya. Hal ini membuat suara decakan vaginanya semakin terdengar keras, membuat mama terus menjerit tertahan. Akupun seperti ingin melepaskan sesuatu tapi tetap kutahan, aku ingin mencapai orgasme bersamaan dengan mama. Aku semakin mempercepat gerakanku, "Lagi sedikit sayang.." Mama mulai meringis, menantikan malaikat kenikmatan datang menjemputnya. Ketika tiba-tiba, "Ouhhsstt Donny.." mama sepertinya telah bertemu dengan malaikat itu. Kurasakan vaginanyaberdenyut memijit penisku, aku terus memacu agar malaikat itu jangan pergi meninggalkanku, ketika tak lama berselang, "Cret.. creet.. creet.." penisku menyemburkan lahar panas di dalam vagina mama. Kami tidur memulihkan tenaga, sesaat kemudian mama bangkit ke kamar mandi untuk membersihkan vaginanya, dan kali ini tanpa air mata penyesalan. Begitu balik, langsung memelukku. Kami pun tidur sambil berpelukkan mesra.

Aku masih terpaku menyaksikan foto ayah, aku benar-benar merasa berdosa terhadapnya, aku merasa tak mampu menjaga mama dengan baik, atau mungkin mama yang tidak berhasil mendidikku menjadi anak yang baik. Saat ini mama sedang menjaga toko milik kami, walaupun sudah ada karayawan, mama selalu menyempatkan diri diakhir hari untik mengecek secara langsung laba yang di peroleh.

Tiba-tiba aku dikejutkan oleh suara bel menandakan kalau di luar ada tamu, cepat aku membukakan pintu. Ternyata seorang wanita paruh baya telah berdiri di depanku dengan anggunnya, kelihatan sekali kalau dia seorang wanita kantoran yang selalu sibuk dengan urusan, sepertinya dia seumuran dengan mama.

"Kami dari asuransi xx(edited), dan telah melakukan janji dengan ibu Ernie" sapa wanita itu dengan ramah.
"Oh iya.. silakan masuk Bu." aku mempersilakan wanita itu untuk duduk, tak lama kemudian aku melaju dengan sepeda motorku menjemput mama di toko yang jaraknya cuma seratus meter dari rumah.
"Ehh.. ibu maafkan saya Bu saya lupa kalau ada janji dengan ibu hari ini," kata mama dari luar ruangan begitu sampai sembari cepat duduk di kursi.
"Ah nggak apa-apa kok Bu," sahut wanita itu tersenyum ramah.

Kemudian mereka bicara panjang sekali kali diselingi tawa renyah keluar dari mulut mereka berdua. Menurutku itu adalah kelebihan seorang pegawai asuransi untuk selalu familiar terhadap klien-nya. Sejam kemudian setelah mereka berbicara panjang akhirnya wanita itu pamit pulang, mama menutup pintu ketika aku mengambil formulir asuransi di meja. Aku melihat isi formulir itu ternyata ada dua. Ternyata mama akan mengasuransikan pendidikanku sebesar $4000 yang akandiangsur secara triwulan, lembar lainnya akan mengasuransikan toko kami tanpa ada nominalnya. Akupun memeluk mama kuucapkan terima kasih padanya, mama hanya tersenyum sambil mengatakan kalau itu memang sudah menjadi kewajibannya.

Keesokan harinya wanita itu datang lagi, kali ini mama sendiri yang membukakannya pintu. Kembali suara tawa riang renyah terdengar dari mulut mereka berdua, aku pun merasa happy melihat mama telah mempunyai teman baru yang baik, kukatakan baik karena saat itu di belakang aku sedang menyantap black forest bingkisannya. Karena selama ini mama terlalu sibuk dengan urusannya mengurus toko hingga jarang mempunyai teman seperti wanita itu. Mereka pun kelihatan akrabsekali.

Dua jam mereka bicara ketika wanita itu pamit pulang Mama menceritakan padaku kalau wanita itu bernama Ni Wxx Ayu Wxx(edited), orang Bali namun terlahir dan besar di Jakarta, juga tentang profesinya selain pegawai kantor asuransi juga instruktur fitness pada suatu fitness center, tak ketinggalan statusnya yang janda tanpa anak. Ooo.. batinku mengatakan pantas saja mereka akrab rupanya sama sama janda.

Keesokan harinya wanita itu datang lagi namun kali ini sedikit lebih pagi, saat itu jam menunjukkan pukul delapan. Aku membukakannya pintu.
"Hai Donny," sapanya masih ramah seperti kemarin.
"Tante Ayu.." jawabku ringan sembari mempersilakan Tante Ayu masuk. Mama keluar dari kamar dengan pakaian santainya, celana jeans dengan atasan kaos biasa, walau begitu tak memudarkan kecantikan alaminya. Dengan meminta izin kepadaku mama pun keluar dengan Tante Ayu. Lama aku menanti mama ketika pukul 11:00 terdengar suara klakson mobil, mama turun dari mobil ketika mobil Tante Ayu melaju entah kemana. Aku melihat mama membawa beberapa tas, rupanya ia barudari mall. Tak sabar aku ingin melihat apa yang ada di dalam tas itu. Ketika kulihat beberapa potong pakaian senam.

"Mama mau ikut senam ya?" tanyaku heran.
"Iya.. bolehkan.." jawabnya sambil memandangku.
"Enak lho yang ngajarin Tante Ayu langsung.." sambungnya kembali.
"Berarti Donny nanti sendiri di rumah dong.." ujarku dengan nada tak terima.
"Nggak lah sayang, pokoknya Donny ikut kemana pun mama pergi," ujar mama meyakinkanku.
"Dan Tante Ayu bisa mengerti hal itu.." sambungnya kembali membuatku benar-benar merasa tenang.

Dua hari setelah itu aku mengantarkan mama untuk pertama kalinya ke tempat senam yang dituju, di sana Tante Ayu sudah menunggu dengan pakaian senamnya, oleh Tante Ayu aku dibawa ke ruangan khusus dimana aku bebas melihat ke mana pun namun aku sendiri tak terlihat dari luar. Mama mulai membuka pakaian luarnya, karena sejak dari rumah mama sudah memakai baju senamnya. Terlihat sekali walaupun Tante Ayu adalah instruktur senam, namun tubuh mama mampu mengimbanginya walaupun mama tak pernah melakukan senam apapun. Kelihatan sekali mama masih canggung dalam gerakan-gerakan senam ketika wanita wanita lain mengikuti dengan lancar gerakan gerakan yang Tante Ayu perlihatkan.

Akhirnya senam pun selesai dan aku akan keluar dari penjara ini menurut batinku. Begitu aku akan memegang gagang pintu, aku melihat dua pemuda dengan badan kekar masuk, ketika ruangan telah sepi dan meninggalkan mama dan Tante Ayu, sejenak aku menahan hasratku untuk keluar dari ruangan itu. Salah seorang bahkan menggandeng Tante Ayu, tanpa canggung mereka berpelukan mesra, mamaku masih duduk di pojok saat Tante Ayu mengenalkan para lelaki kekar itu satu-persatu. Kemudian Tante Ayu mengajak mama dan para pemuda itu ke ruangan sebelahnya, walaupun agak terhalang tapi aku masih bisa melihat keseluruhan ruangan dengan menaiki kursi.

Tante Ayu kembali bercanda dengan pemuda itu sesekali lelaki itu menjawil pantat Tante Ayu.
"Bu Ernie ngomong dong," ujar Tante Ayu kepada mama.
"Oh iya.." tiba-tiba mama manjawab tapi masih malu-malu.
Tante Ayu terus bermesraan dengan pemuda itu, bahkan saat itu Tante Ayu duduk di pangkuannya. Mama masih terdiam membisu saat seorang lagi mendekati mama.
"Hai Mbak.. kok dari tadi diam aja sih," tanya lelaki itu.
"Ah nggak kok.." ujar mama merasa risih.
"Mungkin Mbak Ernie masih canggung ya?" lanjutnya kembali, mama masih diam namun sedikit tersenyum.
" Mbak.. di luar aja yuk, khan nggak enak.. mengganggu Mbak Ayu di sini.." sepertinya laki-laki itu pintar memanfaatkan suasana. Berkata demikian kemudian laki-laki itu menggandeng mama untuk kembali berada di ruangan senam, dan mama hanya nurut saja saat itu.

Mama duduk berdampingan dengan pemuda itu, sementara Tante Ayu terdengar mulai mendesah, saat itu kalau kulihat pakaian senamnya telah merosot sampai perutnya. Mama hanya menggigit bibir mendengar desahan nafas Tante Ayu.
"Mbak ernie kelihatannya lembut sekali.." pemuda itu mulai merayu mama.
"Ah kamu bisa aja.." sahut mama mulai melayani pembicaraannya.
"Pasti banyak laki-laki naksir sama Mbak." lanjut pemuda itu sambil melingkarkan tangan kirinya di pinggang mama. Mama masih diam tidak berusaha untuk menghindar. Kembali terdengar suara lenguhan Tante Ayu yang begitu kerasnya, karena saat itu Tante Ayu telah telanjang total begitu juga dengan pemuda itu, nampak bulu-bulu yang sangat lebat menghiasi selangkangan Tante Ayu.

Tiba-tiba mama berdiri..
"Maaf Mas, aku akui aku sedang bernafsu, tapi tidak sama kamu.." mama mulai membentak saat tangan pemuda itu menyentuh buah dada mama. Merasa terhina pemuda itu pergi entah kemana. Tak lama kemudian aku pun keluar dari ruangan itu, belum selesai aku menutup pintunya mama menghampiriku dan mendorongku masuk kembali. Mama menutup pintu itu kemudian memburuku. Habis sudah mulutku diciumi. Pakaianku dibuka dengan paksa, sekejap saja aku dalam keadaan bugil. Mama mengelus penisku yang sudah menjulang tinggi. Berusaha untuk memasukkannya ke dalam mulutnya yang kurasa begitu tipis dan mungilnya, walau begitu akhirnya masuk juga walau serasa dipaksakan.

Tak lama kemudian mama membuka pakaian senamnya sendiri, bau keringat mama menambah daya tariknya. Aku memeluknya dari belakang, meremas buah dada yang kenyal nikmat. "Mama sayang kamu Don.. ujarnya lirih sambil meremas penisku. Aku tak berkata apapun selain menyuruhnya untuk nungging. Mama mau saja saat kutusuk vaginanya dari belakang. Aku mulai melakukan gerakan maju mundur. Vagina mama serasa lebih sempit karena faktor gaya nungging tersebut. Tak lama kemudian mama menyuruhku mencabut penisku.

"Mama nggak bisa menikmati.." katanya berkeluh padaku. Akupun disuruhnya duduk di kursi ketika mama mulai mengangkangiku berhadapan dan memasukkan penisku secara perlahan ke dalam dirinya. Aku cukup senang dengan gaya itu mama duduk di pangkuanku dan buah dadanya tepat berada di mulutku. Rakus aku menjilati dada yang menjulang menantang itu, saat mama mulai melakukan aksinya menurun naikkan tubuh indahnya di hadapanku.

"Ouh.. Mama.." tak sadar aku bicara demikian, mama meringis namun terus menutup mulutnya rapat rapat. Mama menggerakkan pinggulnya dengan berbagai variasi kadang memutar, maju mundur dan turun naik, semua berirama membuat aku tak tahan. Ketika 5 menit kemudian..

"Ma.. Donny mau keluar.." bisikku pelan.
"Tahan sayang, tunggu mama lagi sebentar.." ujar mama pelan seperti takut kedengaran, mama terus memutar-mutarkan pinggulnya membikin penisku pusing tujuh keliling, ketika tak lama kemudian..

"Ukkhh.. sstt.." bersamaan kami mencapai puncak kenikmatan yang kami daki. Mama menciumiku mesra. Beberapa saat kami saling pagut sebagai tanda kasih sayang diantara kami berdua. Aku merasa mama adalah bidadariku yang tercantik. Setelah itu kami pun keluar dari ruangan itu untuk selanjutnya pulang tanpa pamit kepada Tante Ayu.

TAMAT

Cerita Ngentot Ibu dan Anak

Cerita Ngentot Ibu dan Anak

Cerita Sex Ibu Kepala Sekolah – “Sudah dengar gosip dari kampung sebelah?” kata Indra. “Gosip apa’an?” kataku setengah mengantuk. Angin semilir di cuaca panas menggoda kedua mataku untuk menutup.

“Ada anak nyuruh ibunya telanjang di jalan,” kata Indra. Ada-ada saja, pikirku. Tapi berita itu menyegarkan kepalaku. “Buat apa dia nyuruh ibunya telanjang di jalan?”

“Katanya dia memang senang bikin malu ibunya. Ibunya ketangkap waktu jalan cuma pakai sempak doang. Bayangin!”

“Terus?” aku semakin penasaran. “Warga kampung nanya kenapa dia jalan telanjang. Katanya disuruh anaknya. Kebetulan anaknya ada di dekat situ. Jadi dia ditangkap juga.”

Cerita Sex Ibu Kepala Sekolah
Cerita Sex Ibu Kepala Sekolah

"Kok bisa ya? Gimana caranya dia bisa nyuruh ibunya gitu?” Indra mengangkat bahu. “Kalau itu aku gak tahu. Mungkin keduanya memang gila. Udah deh, mendingan kau fokus belajar aja. Kau ‘kan sudah dua kali gak naik kelas. Mau sampai kapan SMA terus?”

Ia terbahak-bahak. Aku mendorongnya karena kesal.

Teng! Teng!

Bel sekolah berbunyi. Kami bergegas masuk ke kelas. Pikiranku masih terbayang gosip dari kampung sebelah.

Pelajaran agama yang dibawa Bu Endang selesai, begitu pula kegiatan sekolah hari ini. Sebelum pulang, aku mampir ke dalam kantor kepala sekolah.

Aku melongok ke dalam ruangan. “Ma?”

“Ya, masuk aja Nak,” ujar Mama dari belakang meja kerjanya. Ia masih sibuk mengetik di depan komputernya.

Kuhempas badanku di atas sofa. Aku suka berada di kantor Mama karena ada AC. Sangat nyaman duduk-duduk lama di ruangannya, terutama di musim panas ini.

“Udah laper belum?” tanya Mama tanpa menoleh.

“Udah laper sih,” jawabku.

“Tunggu bentar ya, Mama dikit lagi selesai,” kata Mama.

Aku menghabiskan waktu sambil membuka Instagram di smartphone. Tiba-tiba terbesit untuk mencari tahu soal kejadian di kampung sebelah. Siapa tahu ada beritanya di internet.

Tidak ada berita apa-apa. Tampaknya kejadian itu tidak viral.

“Mau makan apa nih?” ujar Mama. Komputernya sudah mati dan dia sedang memasukkan berkas-berkas ke tas jinjingnya.

“Soto Makassar aja Ma,” jawabku.

“Soto Makassar di Gang Dua?”

“Di mana lagi yang enak selain di situ?”

“Ya udah, yuk pulang.”

Kami keluar dari kantor kepala sekolah. Mama mengunci pintu dan memastikan jendela juga sudah terkunci.

Kami berjalan di lorong sekolah yang mengarah ke halaman parkir. Sambil jalan, Mama terus bertanya soal kegiatanku di sekolah. Aku jawab pendek-pendek saja karena Mama selalu mengulang pertanyaan yang sama setiap hari.

Mama berjalan di depan, sementara aku di belakang sambil melihat-lihat Instagram. Sesekali aku melirik Mama yang mengenakan seragam cokelat. Meski usianya hampir 45, tapi bentuk tubuhnya masih oke.

Mama rutin berolahraga senam bersama para tetangga setiap sore dan menjaga makan. Memang badannya gemuk, tapi masih menonjolkan bentuk pinggulnya yang melengkung seperti gitar.

Aku tersentak. Kenapa tiba-tiba aku memikirkan tubuh Mama?

Kami sampai di lapangan parkir. Mama mengeluarkan kunci mobil dan menekan tombol di kunci. Mobil di depan kamu berbunyi dua kali, lalu Mama membuka pintu depan.

“Mau duduk di depan atau belakang?”

“Di depan aja Ma.”

Mama menyalakan mesin mobil. Aku duduk di sebelahnya. Meski Mama mengenakan jilbab, tapi aku bisa melihat keringat yang mengalir di pipinya.

“Cuaca hari ini ampun dah,” keluh Mama.

Pak Paijo, penjaga sekolah, membuka pintu gerbang sekolah. Mama menurunkan kaca mobil untuk mengucapkan terima kasih, lalu menaikkannya kembali.

Sepanjang pinggiran jalan dipenuhi tukang-tukang yang memperbaiki trotoar. Beberapa kali Mama harus sedikit membelokkan mobil supaya terhindar dari gunungan pasir dan batu. Tampaknya pemerintah lagi gencar membangun fasilitas di desa kami.

“Kayaknya AC mobil Mama perlu diperbaikin deh,” kata Mama sambil menekan tombol di samping kemudi. “AC nyala, tapi masih panas.”

Memang suhu di dalam mobil cukup sejuk, tapi Mama lebih gampang kepanasan daripada aku.

Mama menyampirkan bagian bawah jilbabnya ke leher. Ia melepas empat kancing atas seragamnya, lalu mengipas-ngipasnya.

Aku menelan ludah. Belahan tetek Mama menyembul keluar. Kalau saja ia tidak pakai beha, mungkin teteknya bakal lebih menyembul lagi.

“Nah begini ‘kan lebih enak,” kata Mama sambil terus mengipas.

Meski kedua tanganku sibuk main game smartphone, kedua mataku sibuk melirik ke keringat yang mengalir dari leher Mama ke belahan teteknya.

Celanaku terasa sesak. Masa aku sange sama ibuku sendiri?

Pemandangan itu berjalan sebentar karena kami sudah sampai di warung soto. Mama memasang kembali kancing seragamnya. Aku merasa sedikit kecewa.

Bangku-bangku di warung soto dipenuhi orang-orang yang makan siang. Si pemilik warung mempersilakan kami duduk di area lesehan yang masih banyak kosong.

Mama mendengus kesal. “Mama gak suka lesehan karena Mama pakai rok. Susah duduknya.”

“Tapi kita sudah keburu di sini,” kataku. Tahu-tahu setitik ide melintas di kepalaku.

“Kita duduk di lesehan pojok saja,” kataku sambil menunjuk ke tempat lesehan yang kosong. “Di sana Mama bisa naikin rok Mama biar duduknya lebih enak.”

“Malu dong keliatan orang,” kata Mama.

“Mama duduk di pojok dinding, aku duduk di depan Mama. Jadi Mama gak bakal kelihatan.”

Mama mengipas wajahnya dengan tangan. “Ya sudah biar cepet. Mama kepanasan nih.”

Sesuai saranku, Mama duduk di menempel di dinding dan aku duduk di depannya. Ada meja kecil di tengah kami, jadi bagian bawah tubuh Mama sudah tertutup sebagian.

“Bentar, Mama naikin rok dulu,” kata Mama.

Mama sedikit menaikkan badan. Kedua tangannya bergerak ke bawah. Terdengar suara rok dinaikkan. Ia duduk kembali.

“Nah, nyaman juga,” kata Mama. “Tapi kamu jangan banyak gerak, nanti Mama kelihatan orang.”

“Tenang aja Ma,” kataku.

Mama memesan 2 porsi soto dan dua gelas es teh manis. Sembari menunggu pesanan datang, kami sibuk di depan smartphone masing-masing. Sebulan ini Mama baru mengerti cara main TikTok dan tampaknya ia suka menonton video-video lucu di sana.

Pelayan warung datang sambil membawa baki berisi soto. Aku membantunya menaruh mangkok soto. Ketika mau mengambil gelas es teh, tanganku menyenggol smartphone di atas meja. Benda itu jatuh ke kolong meja.

Aku menundukkan kepala untuk mengambilnya. Begitu kepalaku masuk ke dalam kolong meja, aku melihat sempak Mama yang berwarna putih. Mama duduk bersila sehingga sempaknya terlihat jelas. Belahan memeknya membayang di tengah sempaknya. Beberapa helai jembutnya tampak mencuat keluar dari pinggiran sempak.

“Ngapain kamu, Nak?” tanya Mama.

“Ngambil hape,” jawabku.

Kumajukan sedikit badanku supaya bisa melihat sempak Mama lebih jelas. Aku bisa sedikit menghirup aroma keringat dari memeknya.

“Kok lama bener?” tanya Mama lagi. “Sotonya keburu dingin nih.”

Kuraih smartphone yang tergeletak di depan selangkangan Mama. Kunyalakan kamera, lalu kufoto sempaknya. Gambarnya kurang jelas karena kolong meja lesehan itu cukup gelap, tapi aku tidak berani memakai flashlight.

“Dapat nih,” kataku sambil mengacungkan smartphone.

“Buruan dimakan sebelum dingin,” kata Mama sambil menyendok potongan ayam.

Aku buru-buru makan biar Mama tidak curiga. Selama makan, pikiranku terus mengarah ke selangkangan Mama. Untuk pertama kalinya aku melihat bayangan memek dan jembutnya. Membayangkannya saja sudah membuat kontolku mengeras.

Smartphone Mama berdenting. Mama membaca pesan masuk.

“Papa pulang telat nanti. Ada rapat dadakan,” kata Mama.

“Mama sama Papa sibuk bener,” kataku sambil mengunyah potongan ketupat.

“Kami kerja keras supaya bisa kasih kamu yang terbaik, Sayang,” kata Mama. Tangannya mengelus rambutku. “Nanti kalau kamu sudah dewasa juga bakal sibuk kayak kami.”

Kami makan siang selama setengah jam. Setelah selesai, kami pun bersiap pulang.

Mama berdiri. Kedua tangannya terangkat. “Aduh enaknya. Kaki Mama udah kesemutan.”

Aku terkesiap melihat Mama. Ia lupa menurunkan roknya yang masih terangkat sampai ke atas pantat. Sempaknya agak melorot miring sampai memperlihatkan sebagian memeknya yang berjembut.

Orang-orang di belakangku juga melongo melihat Mama.

Mama menyadari kesalahannya. Ia buru-buru menarik sempaknya, lalu menurunkan roknya.

“Apa kalian lihat-lihat!” bentak Mama. Wajahnya memerah.

Orang-orang itu cekikikan, lalu lanjut makan.

Setelah membayar, kami pulang ke rumah. Di sepanjang jalan, Mama diam saja. Jelas sekali kalau dia malu tadi.

Kami sampai di rumah. Aku turun duluan supaya bisa memandu Mama memarkir mobil.

“Jangan bilang-bilang Papa soal kejadian tadi,” kata Mama sambil menutup pintu mobil.

“Beres,” kataku.

Kami masuk ke dalam rumah. Sambil mengamati Mama dari belakang, aku membayangkan bagaimana bentuk tubuh Mama kalau telanjang.

Kukunci pintu kamarku agar Mama tidak bisa masuk. Aku segera berganti baju, lalu berbaring di kasur. Kubuka folder di smartphone untuk melihat hasil rekaman tadi.

Foto itu terlihat buram, jadi aku harus mengeditnya supaya lebih cerah. Tampilannya memang jadi lebih jelas, meski ada beberapa titik buram di pinggirannya.

Kuperbesar gambar supaya bisa melihat bayangan memek Mama lebih jelas. Dari bayangannya yang tercetak di sempak, bisa kutebak kalau memek Mama mungkin agak longgar.

Kontolku mengeras lagi. Kali ini aku lebih tenang karena berada di kamarku sendiri. Kukeluarkan kontolku, lalu kukocok pelan-pelan. Kupandangi terus foto sempak Mama. Semakin kupandangi, semakin keras kontolku.

“Uh Mama,” bisikku.

Kubayangkan diriku menindih Mama sampai kontolku masuk ke dalam memeknya yang hangat. Bulu-bulu jembutnya menggelitik batang kontolku. Ujung kepala kontolku menyentuh dinding rahimnya.

Mama mencengkram punggungku. Ia mengerang. “Jahat kamu Nak. Kita gak boleh begini! Kita ibu dan anak!”

Tapi masa bodo dengan ucapannya. Memeknya berdenyut dan memijat kontolku, toh itu tanda Mama menikmatinya.

Seluruh berat badanku kubebankan ke Mama. Kontolku semakin dalam menerobos memeknya. Erangan Mama semakin nyaring. Untung Papa lagi tidak ada di rumah. Jadi aku membiarkan dirinya mengerang sekeras mungkin.

“Jahat kamu! Jahat kamu!” erang Mama saat kupompa pinggulku. Keringat kami mengucur deras. Seprai di bawah Mama sampai basah, membentuk lekuk tubuhnya.

Denyutan memeknya semakin cepat, begitu pula dengan goyanganku. Aku sudah tidak tahan lagi.

“Aku mau keluar Ma!” teriakku.

“Jangan keluarin di dalam. Mama gak mau hamil anak kamu!”

Mama mendorong tubuhku, tapi tenagaku lebih kuat.

“Jangaaaaaan!” teriaknya.

Banyak sekali sperma yang muncrat dari lubang kontolku. Aku terus mengocoknya sampai tidak ada sperma yang tersisa. Begitu berhenti, aku segera mengambil tisu dan membersihkan sperma yang tercecer.

Badanku terasa enteng. Kupandangi kontolku yang loyo. Gila, membayangkan mengentot Mama saja sudah menguras sperma begitu banyak, apalagi kalau mengentotnya betulan?

Kupakai celanaku, lalu aku keluar dari kamar untuk mengambil minum.

Ternyata Mama sedang di dapur. Ia menunduk keranjang pakaian kotor. Tampaknya ia lagi memilah-milah pakaian.

Darahku mendesir karena Mama cuma mengenakan beha dan rok. Kurasakan kontolku mulai bangkit dari tidurnya.

“Kayaknya Mama lupa nyuci seragam yang lain,” kata Mama. “Besok pakai apa dong.”

“Gak usah pakai baju,” kataku. Kalimat itu meluncur begitu saja. Aku buru-buru menutup mulutku.

Mama menatapku heran. “Apa kamu bilang tadi?”

“Mama ‘kan bisa pakai baju lain. Gak harus seragam ‘kan?” kataku sambil berharap Mama melupakan kata-kataku sebelumnya.

“Ya, bisa sih,” kata Mama. Kedua teteknya yang sebesar pepaya bergoyang pelan saat ia membalik badan. Rasanya ingin sekali melepas beha yang menutupinya.

Aku sudah beberapa kali melihat Mama cuma pakai beha dan rok, tapi kali ini rasanya berbeda. Aku melihatnya dengan nafsu menggebu.

“Mama gak sesak pakai beha di rumah?” kataku. “Kayaknya beha Mama makin sempit.”

Mama melirik ke behanya. “Iya sih, ini behanya makin sempit. Kayaknya Mama gemukan deh.”

“Dilepas aja kalau di rumah Ma,” kataku. “Gak ada yang lihat.”

“Kamu yang lihat,” kata Mama sambil tertawa.

“Gak tertarik lihat tetek Mama,” kataku.

“Eh jangan salah, tetek Mama masih bagus,” kata Mama. Ia meremas kedua teteknya.

“Mana coba lihat Ma.”

“Tuh ‘kan kamu tertarik.” Mama terbahak-bahak. Kedua teteknya bergoyang naik turun saat dia tertawa.

“Mama mau mandi dulu, abis itu tidur siang,” kata Mama. Ia mengambil handuk yang menggantung di tali jemuran, lalu pergi.

Aku memandangnya kecewa.

Mataku menangkap beha hitam kotor yang tergeletak di pinggiran keranjang. Kuambil beha itu, lalu kudekatkan ke hidung. Ada aroma keringat Mama bercampur parfum.

Kalau tidak bisa melihat teteknya, setidaknya aku bisa menghirup aromanya.

Keranjang pakaian kotor itu dipenuhi pakaian Mama. Dia memang sering berganti pakaian. Daster, sempak, dan behanya sampai menumpuk menutupi pakaianku dan pakaian Papa.

Tumpukan itu kubongkar. Tanganku menggenggam selembar sempak hitam Mama yang tipis. Lucu juga membayangkan bagaimana sempak setipis ini bisa menutupi pantat Mama yang tebal.

Kuhirup sempak Mama. Oh, aromanya mirip beha, tapi yang ini lebih banyak aroma keringatnya dan ada sedikit bau pesing.

Kubungkus kontolku yang sudah mengeras lagi. Sambil menghirup beha Mama, kukocok kontolku dengan sempak Mama.

Aduh enaknya, pikirku.

Kali ini aku keluar lebih cepat. Sempak Mama belepotan sperma. Aku segera mencucinya di wastafel, lalu menaruhnya lagi keranjang pakaian.

Tak lama kemudian, Mama keluar dari kamar mandi. Tubuhnya terbalut handuk dari dada sampai paha.

“Kamu lagi cari apa di dapur?” tanya Mama.

“Mau cari yang seger-seger,” jawabku sambil beralasan membuka kulkas. Kuambil sebotol Fanta, lalu menuang isinya ke gelas.

“Loh kok pakaian Mama berceceran di lantai gitu?” tanya Mama.

DEG! Jantungku berhenti sebentar. Sehelai sempaknya tergeletak di lantai. Mungkin tadi tergeser saat aku membongkar pakaian dan jatuh.

“Kamu ada nyari pakaian apa?” tanya Mama.

“Nya-nyari kaos kemarin,” jawabku.

“Kenapa dicariin?”

“Enak dipakai.”

“Ada-ada saja. Kalau udah di sini gak usah dicariin. Tunggu Mama cuci aja.”

Mama membungkukkan badan untuk mengambil sempak di lantai. Ketika tangannya menyentuh sempak, bagian bawah handuknya tertarik ke atas. Pantatnya jadi menonjol.

Aku ternganga melihat anus Mama meski sekilas. Di belaham pantatnya ada juga bulu-bulu jembut. Tampaknya Mama tidak rutin memotong jembutnya.

“Besok ajalah Mama cuci. Mama masih capek bener,” kata Mama. “Atau kamu aja yang nyuci. Masa Mama melulu. Kamu ngerti pakai mesin cuci ‘kan?”

“Ngerti Ma. Gampang kok. Mama tidur aja, biar aku yang nyuci,” kataku.

“Ya udah kalau gitu. Mama mau tidur dulu.”

Setelah Mama pergi, kumasukkan pakaian-pakaian kotor itu ke mesin cuci. Sebaiknya aku mencuci sekarang supaya Mama senang. Sempak bekas aku pakai coli tadi juga aku masukkan ke mesin cuci. Setidaknya aku bisa menghilangkan barang bukti.

Mesin cuci berderu nyaring saat kunyalakan. Sambil menunggu cucian selesai, aku pergi ke ruang tamu.

Dari arah kamar Mama, terdengar suara dengkuran. Mama sepertinya memang kecapekan. Jarang dia tidur mendengkur kecuali benar-benar capek.

Pikiran nakal kembali menguasai otakku.

Kuintip kamar Mama lewat lubang kunci. Kulihat Mama memunggungi pintu.

Kenop pintu kuputar sepelan mungkin. Terdengar suara klik pelan dan pintu terdorong ke dalam kamar. Begitu terbuka cukup lebar, aku berjalan menghampiri Mama sambil berjingkat.

Mama cuma mengenakan kaus dan sempak. Aku menelan ludah karena melihat bongkahan pantatnya yang terbungkus sempak tipis. Sempak itu seakan-akan tidak sanggup menahan beban berat di belakangnya.

“Kubantu melepaskan beban itu,” bisikku.

Bagian belakang kaus Mama kugeser ke atas pelan-pelan sampai punggungnya yang kecokelatan terlihat. Kuendus punggung Mama. Ah, aromanya lebih kuat daripada sempak dan behanya.

Sekarang bagian tersulit.

Meski sempak Mama tipis dan karetnya agak longgar, aku tetap harus berhati-hati agar mengurangi gesekan di kulitnya.

Ada sedikit celah di antara belahan pantat Mama dan karet sempaknya. Kuselipkan ujung jari telunjukku ke dalam celah itu, lalu kunaikkan sedikit ke atas. Setelah itu, aku tarik karet sempaknya ke bawah sepelan mungkin.

Seperti tirai pembukaan teater, pelan-pelan seluruh bongkahan pantat Mama semakin terlihat. Awalnya cuma bagian tulang ekornya, lalu belahan pantat bagian tengah yang gelap, kemudian seluruh pantatnya menyembul keluar.

Sempak Mama kuturunkan sampai tepat di perbatasan paha dan pantat. Itu sudah lebih dari cukup.

Kudekatkan wajahku ke belahan pantatnya. Anusnya tidak terlihat karena terjepit pantat Mama yang besar.

Apa harus dibuka pakai jari? Bisa saja, tapi ini sangat berisiko karena Mama bisa terbangun.

Beberapa helai bulu jembut Mama mencuat keluar dari belahan pantatnya. Kujulurkan lidahku sampai meyentuh bulu jembutnya. Lidahku terasa geli seperti menyentuh sikat gigi.

Tiba-tiba alarm mesin cuci berdering. Fitur alat itu memang bisa mengeluarkan bunyi alarm ketika selesai menyuci.

Tubuh Mama bergerak-gerak. Tangannya merenggang ke atas.

Sial!

Aku merayap ke gorden terdekat, lalu menelusup masuk ke belakang gorden. Ujung gorden itu menyentuh lantai, jadi seluruh badanku tersembunyi aman.

Kudengar suara Mama menguap, lalu suara kasur berdenyit. Mesin cuci sialan itu terus berdering. Kemudian aku mendengar suara langkah kaki berat yang menjauhi kamar.

Aku mengintip dari pinggir gorden. Mama sudah pergi. Kemungkinan besar dia ke dapur buat mematikan mesin cuci. Ini kesempatanku buat kabur! Ngocoks.com

Aku lari menuju ruang tamu. Pelan-pelan kubuka pintu menuju teras supaya Mama tidak tahu kalau pintunya baru aku buka. Kemudian aku duduk di bangku kayu teras.

Beberapa menit kemudian, Mama membuka pintu teras. Ia melongok keluar. Aku pura-pura bermain game di smartphone.

“Kamu nyuci baju? Kok gak mesinnya gak dimatiin? Mama sampai terbangun,” kata Mama.

“Wah aku lagi main game. Gak tahu kalau alarmnya bunyi,” kataku.

Mama mengangguk. Wajahnya masih terlihat mengantuk. “Omong-omong kamu tadi masuk ke kamar Mama?”

“Nggak Ma. Aku dari tadi di sini.”

“Aneh bener. Pintunya terbuka, terus sempak Mama melorot,” kata Mama.

“Pintunya lupa ditutup kalik, Ma,” kataku. “Terus Mama kayaknya juga harus beli sempak baru deh. Sempak-sempak Mama yang kotor udah pada longgar karetnya.”

“Mungkin.” Mama menggaruk kepalanya. “Mama mau tidur lagi. Kamu juga jangan main hape melulu. Banyakin belajar.”

“Oke, Ma.”

Mama menutup pintu.

Selutuh ototku terasa lemas. Hampir saja aku ketahuan!

Meski menegangkan, di satu sisi aku kecewa karena kalau bukan karena mesin cuci sialan itu, mungkin aku bisa menikmati pantat Mama lebih lama.

Aku bingung. Kenapa hari ini aku melihat Mama dengan sudut pandang berbeda? Apa karena mendengar gosip dari Indra? Apa wajar bernafsu sama ibu kandung sendiri?

Kepalaku jadi pusing memikirkannya. Kuputuskan untuk tidur siang sebentar.

Bersambung…

CERITA PANAS NGEWE PESTA SEKS DENGAN 3 CEWEK CANTIK

CERITA PANAS NGEWE PESTA SEKS DENGAN 3 CEWEK CANTIK

CERITA HOT



Entah mengapa, semakin sering aku melakukan making love dengan seseorang, membuat kehidupan sex aku semakin baik aja. Dan entah semuanya itu semakin bisa aku nikmati. Mungkin semua ini adalah dampak dari terlalu tingginya libiloku sehingga saat aku mood, tidak jarang setelah pulang kerja aku melakukan dengan teman kantorku.

Aku selalu bersyukur mempunyai kelebihan dalam urusan bercinta. Ditambah Pengetahuan sex aku yang aku dapatkan dari film bf, buku-buku sampai obrolan-obrolan dengan teman di kantorku, membuat aku semakin bisa menyelami tentang apa itu sex. Sehingga aku benar-benar fasih dalam menerjemahkan apa yang aku dapat dari pengetahuan tentang sex. Itu terbukti dengan keluarnya banyak pujian dari para teman making love aku. Rata-rata mereka sangat puas saat bercinta denganku, dan mereka menemukan, merasakan dan menikmati sesuatu yang sebelumnya belum pernah mereka rasakan dalam masalah sex.

*****

Cerita ini berawal dari perkenalanku dengan seorang wanita karir, yang entah bagaimana ceritanya wanita karir tersebut mengetahui nomor kantorku.

Siang itu disaat aku hendak makan siang tiba-tiba telepon lineku berbunyi dan ternyata operator memberitau saya kalau ada telepon dari seorag wanita yang engak mau menyebutkan namanya dan setelah kau angkat.

"Hallo, selamat siang joko," suara wanita yang sangat manja terdengar.
"Helo juga, siapa ya ini?" tanyaku serius.
"Namaku Karina," kata wanita tersebut mengenalkan diri.
"Maaf, Mbak Karina tahu nomor telepon kantor saya dari mana?" tanyaku menyelidiki.
"Oya, aku temannya Yanti dan dari dia aku dapat nomor kamu," jelasnya.
"Ooo... Yanti," kataku datar.

Aku mengingat kisahku, sebelumnya yang berjudul empat lawan satu. Yanti adalah seorang wanita karir yang juga 'mewarnai' kehidupan sex aku.

"Gimana kabarnya Yanti dan dimana sekarang dia tinggal?" tanyaku.
"Baik, sekarang dia tinggal di Surabaya, dia titip salam kangen sama kamu," jelas Karina.

Sekitar 10 menit, kami berdua mengobrol layaknya orang sudah kenal lama. Suara Karina yang lembut dan manja, membuat aku menerka-nerka bagaimana bentuk fisiknya dari wanita tersebut. Saat aku membayangkan bentuk fisiknya, Karina membuyarkan lamunanku.

"Hallo... Joko, kamu masih disitu?" tanya Karina.
"Iya... Iya Mbak..." kataku gugup.
"Hayo mikirin siapa, lagi mikirin Yanti yaaa?" tanyanya menggodaku.
"Nggak kok, malahan mikirin Mbak Karina tuh," celetukku.
"Masa sih... Aku jadi GR deh" dengan nada yang sangat menggoda.
"Joko, boleh nggak aku bertemu dengan kamu?" tanya Karina.
"Boleh aja Mbak... Bahkan aku senang bisa bertemu dengan kamu," jawabanku semangat
"Oke deh, kita ketemuan dimana nih?" tanyanya semangat.
"Terserah Mbak deh, Joko sih ngikut aja?" jawabku pasrah.
"Oke deh, nanti sore aku tunggu kamu di Mc. Donald plasa senayan," katanya.
"Oke, sampai nanti joko... Aku tunggu kamu jam 18.30," sambil berkata demikian, aku pun langsung menutup teleponku.

Aku segera meluncur ke kantin untuk makan siang yang sempat tertunda itu. Sambil membayangkan kembali gimana wajah wanita yang barusan saja menelpon aku. Setelah aku selesai makan aku pun langsung segera balik ke kantor untuk melakukan aktivitas selanjutnya.

Tanpa terasa waktu sudah menunjukkan pukul 17.00, tiba saatnya aku pulang kantor dan aku segera meluncur ke plasa senayan. Sebelumnya prepare dikantor, aku mandi dan membersihkan diri setelah seharian aku bekerja. Untuk perlengkapan mandi, aku sengaja membelinya dikantin karena aku nggak mau ketemu wanita dengan tanpak kotor dan bau badan, kan aku menjadi nggak pede dengan hal seperti itu.

Tiba di Plasa Senayan, aku segera memarkirkan mobil kijangku dilantai dasar. Jam menunjukkan pukul 18.15. Aku segera menuju ke MC. Donald seperti yang dikatakan Karina. Aku segera mengambil tempat duduk disisi pagar jalan, sehingga aku bisa melihat orang lalu lalang diarea pertokaan tersebut.

Saat mataku melihat situasi sekelilingku, bola mataku berhenti pada seorang wanita setengan baya yang duduk sendirian. Menurut perkiraanku, wanita ini berumur sekitar 32 tahun. Wajahnya yang lumayan putih dan juga cantik, membuat aku tertegun, nataku yang nakal, berusaha menjelajahi pemadangan yang indah dipandang yang sangat menggiurkan apa lagi abgian depan yang sangat menonjol itu. Kakinya yang jenjang, ditambah dengan belahan pahanya yang putih dan juga montok dibalik rok mininya, membuat aku semakin gemas. Dalam hatiku, wah betapa bahagianya diriku bila yang aku lihat itu adalah orang yang menghubungiku tadi siang dan aku lebih bahagia lagi bila dapat merasakan tubuhnya yang indah itu.

Tiba-tiba wanita itu berdiri dan menghampiri tempat dudukku. Dadaku berdetuk kencang ketika dia benar-benar mengambil tempat duduk semeja dengan aku.

"Maaf apakah kamu Joko?" tanyanya sambil menatapku.
"Iy... Iyaa... Kamu pasti Karina," tanyaku balik sambil berdiri dan mengulurkan tanganku.

Jarinya yang lentik menyetuh tanganku untuk bersalaman dan darahku terasa mendesr ketika tangannya yang lembut dan juga halus meremas tangaku dengan penuh perasaan.

"Silahkan duduk Karina," kataku sambil menarik satu kursi di depanku.
"Terima kasih," kata Karina sambil tersenyum.
"Dari tadi kamu duduk disitu kok nggak langsung kesini aja sih?" tanyaku.
"Aku tadi sempat ragu-ragu, apakah kamu memang Joko," jelasnya.
"Aku juga tadi berpikir, apakah wanita yang cantik itu adalah kamu?" kataku sambil tersenyum.

Kami bercerita panjang lebar tentang apapun yang bisa diceritakan, kadang-kadang kami berdua saling bercanda, saling menggoda dan sesekali bicara yang 'menyerempet' ke arah sex. Lesung pipinya yang dalam, menambah cantik saja wajahnya yang semakin matang.

Dari pembicaraan tersebut, terungkaplah kalau Karina adalah seorang wanita yang sedang bertugas di Jakarta. Karina adalah seorang pengusaha dan kebetulan selama 4 hari dinas di Jakarta.

"Karin, kamu kenal Yanti dimana?" tanyaku.

Yanti adalah teman chattingku di YM, aku dan Yanti sering online bersama. Dan kami terbuka satu sama lain dalam hal apapun. Begitu juga kisah rumah tangga, bahkan masalah sex sekalipun. Mulutnya yang mungil menjelaskan dengan penuh semangat.

"Emangnya Yanti menikah kapan? Aku kok nggak pernah diberitahu sih," tanyaku penuh penasaran.
"Dia menikah dua minggu yang lalu dan aku nggak tahu kenapa dia nggak mau memberi tahu kamu sebelumnya," Jawabnya penuh pengertian.
"Ooo, begitu..." kataku sambil manggut-manggut.
"Ini adalah hari pertamaku di Jakarta dan aku berencana menginap 4 hari, sampai urusan kantorku selesai," jelasnya tanpa aku tanya.
"Sebenarnya tadi Yanti juga mau dateng tapi berhubung ada acara keluarga jadi kemungkinan dia akan datang besok harinya dia bisa dateng," jelasnya kembali.
"Memangnya Mbak Karina menginap dimana nih?" tanyaku penasaran.
"Kebetulan sama kantor sudah dipesankan kamar buat aku di hotel H..."jelasnya.
"Mmm, emangnya Mbak sama siapa sih?" tanyaku menyelidik.
"Ya sendirilah, Joko... Makanya saat itu aku tanya Yanti," katanya
"Tanya apa?" tanyaku mengejar.
"Apakah punya teman yang bisa menemaniku selama aku di Jakarta," katanya.
"Dan dari situlah aku tahu nomor telepon kamu," lanjutnya.

Tanpa terasa waktu sudah menunjukan pukul 10.25 wib, dan aku lihat sekelilingku pertokoan mulai sepi karena memang sudah mulai larut malam. Dan toko pun sudah mulai tutup.

"Jok.. Kamu mau anter aku balik ke hotel nggak?" tanyanya.
"Boleh, masa iya sih aku tega sih biarin kamu balik ke hotel sendirian," kataku.

Setelah obrolan singkat, kami segera menuju parkiran mobil dan segera meluncur ke hotel H... Yang tidak jauh dari pusat pertokoan Plasa Senayan. Aku dan Karina bergegas menuju lift untuk naik ke lantai 5, dan sesampainya di depan kamarnya, Karina menawarkan aku untuk masuk sejenak. Bau parfum yang mengundang syaraf kelaki-lakianku serasa berontak ketika berjalan dibelakangnya.

Dan ketika aku hendak masuk ternyata ada dua orang wanita yang sedang asyik ngegosip dan mereka pun tersenyum setelah aku masuk kekamarnya. Dalam batinku, aku tenyata dibohongi ternyata dia nggak sendiri. Karina pun memperkenalkan teman-temannya yang cantik dan juga sex yang berbadan tinggi dan juga mempunyai payudara yang besar dia adalah Miranda(36b) sedangkan yang mempunyai badan yang teramat sexy ini dan juga berpayudara yang sama besarnya bernama Dahlia(36b). Dan mereka pun mempersilahkan aku duduk.

Tanpa dikomando lagi mereka pun perlahan-lahan memulai membuka pakaian mereka satu persatu, aku hanya bisa melotot saja tak berkedip sekali pun, tak terasa adik kecilku pun segera bangun dari tidurnya dan segera bangun dan langsung mengeras seketika itu juga. Setelah mereka telanjang bulat terlihatlah pemandangan yang sangat indah sekali dengan payudara yang besar, Karina pun langsung menciumku dengan ganasnya aku sampai nggak bisa bernafas karena serangan yang sangat mendadak itu dan aku mencoba menghentikannya.

Setelah itu dia pun memohon kepadaku agar aku memberikan kenikmatan yang pernah aku berikan sama Yanti dan kawan-kawan. Setelah itu Karina pun langsung menciumku dengan garangnya dan aku pun nggak mau tinggal diam aku pun langsung membalas ciumannya dengan garang pula, lidah kamipun beraduan, aku mulai menghisap lidahnya biar dalam dan juga sebaliknya. Sedangkan Miranda mengulum penisku ke dalam mulutnya, mengocok dimulutnya yang membuat sensasi yang tidak bisa aku ungkapkan tanpa sadar aku pun mendesah.

"Aaahhh enak Mir, terus Mir hisap terus, aaahhh..."

Sedangkan Dahlia menghisap buah zakarku dengan lembutnya membuat aku semakin nggak tertahankan untuk mengakhiri saja permaianan itu. Aku pun mulai menjilati vagina Karina dengan lembut dan perlahan-lahan biar dia bisa merasakan permaianan yang aku buat. Karina pun menjerit keras sambil berdesis bertanda dia menikmati permainanku itu.

Mirandapun nggak mau kalah dia menghisap payudaranya Karina sedangkan Dahlia mencium bibir Karina agar tidak berteriak ataupun mendesis. Setelah beberapa lama aku menjilati vaginanya terasa badannya mulai menegang dan dia pun mendesah.
"Jok... Akuuu mauuu keeeluuuarrr."

Nggak beberapa lama keluarlah cairan yang sangat banyak itu akupun langsung menghisapnya sampai bersih tanpa tersisa. Setelah itu aku pun langsung memasukkan penisku ke dalam vagina Karina, perlahan-lahan aku masukkan penisku dan sekali hentakan langsung masuk semua ke dalam vaginanya yang sudah basah itu. Aku pun langsung menggenjotnya dengan sangat perlahan-lahan sambil menikamati sodokan demi sodokan yang aku lakukan dan Karina pun mulai mendesah nggak karuan.

"Aaahhh enak Jok, terus Jok, enak Jok, lebih dalam Jok aaahhh, ssttt.."

Membuat aku bertambah nafsu, goyanganku pun semakin aku percepat dan dia mulai berkicau lagi.

"Aaahhh enak Jok, penis kamu enak banget Jok, aaahhh..."

Setelah beberapa lama aku mengocok, diapun mulai mengejang yang kedua kalinya akupun semakin mempercepat kocokanku dan tak beberapa lama aku mengocoknya keluarlah cairan dengan sangat derasnya dan terasa sekali mengalir disekitar penisku. Akupun segera mencabut penisku yang masih tegang itu. Miranda segera mengulum penisku yang masih banyak mengalir cairan Karina yang menempel pada penisku, sedangkan Dahlia menghisap vaginanya Karina yang masih keluar dalam vaginanya dengan penuh nafsunya.

Miranda pun mulai mengambil posisi, dia diatas sedangkan aku dibawah. Dituntunnya penisku untuk memasuki vaginanya Miranda dan serentak langsung masuk. Blesss... Terasa sekali kehangatan didalam vaginanya Miranda. Dia pun mulai menaik turunkan pantatnya dan disaat seperti itulah dia mulai mempercepat goyangannya yang membuat aku semakin nggak karuan menahan sensasi yang diberikan oleh Miranda.

Dahlia pun mulai menghisap payudara Miranda penuh gairah, sedangkan Karina mencium bibir Miranda dengan garangnya, Miranda mempercepat goyangannya yang membuat aku mendesah.

"Aaahhh enak Mir... Terus Mir... Goyang terus Mir... Lebih dalam lagi Mir... Aaahhh sssttt"

Dan selang beberapa menit aku merasakan penisku mulai berdenyut,

"Mir... Aku... ingiiin keeeluuuaaarrr"

Seketika itu juga muncratlah air maniku didalam vaginanya, entah berapa kali munceratnya aku nggak tahu karena terlalu nikmatnya dan diapun masih mengoyang semakin cepat. Seketika itu juga tubuhnya mulai menegang dan terasa sekali vaginanya berdenyut dan selang beberapa lama keluarlah cairan yang sangat banyak sekali, aku pun langsung mengeluarkan penisku yang sudah basah kuyup ditimpa cairan cinta. Mereka pun berebutan menjilati sisa-sia cairan yang masih ada dipenisku, Dahlia pun langsung menjilati vaginanya Miranda yang masih mengalir cairan yang masih menetes di vaginanya. Akupun melihat mereka seperti kelaparan yang sedang berebutan makanan, setelah selang beberapa lama aku mulai memeluk Dahlia dan aku pun mulai mencium bibirnya dan mulai turun ke lehernya yang jenjang menjadi sasaranku yang mulai menari-nari diatasnya.

"Ooohhh... Joko... Geeelli..." desah Dahlia.

Serangan bibirku semakin menjadi-jadi dilehernya, sehingga dia hanya bisa merem melek mengikuti jilatan lidahku.

Miranda dan Karina mereka asyik berciuman dan saling menjilat payudara mereka. Setelah aku puas dilehernya, aku mulai menurunkan tubuhnya sehingga bibirku sekarang berhadapan dengan 2 buah bukit kembarnya yang masih ketat dan kencang. Aku pun mulai menjilati dan sekali-kali aku gigit puntingnya dengan gigitan kecil yang membuat dia tambah terangsang lagi dan dia medesah.

"Aaahhh enak sekali Jok... Terus Jok hisap terus Jok enak Jok aaahhh sssttt.."

Dahlia pun membalasnya dengan mencium bibirku dengan nafsunya dan setelah itu turun ke pusar dan setelah itu dia mulai mengulum, mengocok, menjilat penisku didalam mulutnya. Setelah dia puas aku kembali menyerangnya langsung ke arah lubang vaginanya yang memerah dan disekelilingi rambut-rambut yang begitu lebat. Aroma wangi dari lubang kewanitaannya, membuat tubuhku berdesis hebat. Tanpa menunggu lama lagi, lidahku langsung aku julurkan kepermukaan bibir vagina.

Tanganku bereaksi untuk menyibak rambut yang tumbuh disekitar selangkangannya untuk memudahkan aksiku menjilati vaginanya.

"Sssttt... Jok... Nikmat sekali... Ughhh," rintihnya.

Tubuhnya menggelinjang, sesekali diangkat menghindari jilatan lidahku diujung clitorisnya. Gerak tubuh Dahlia yang terkadang berputar-putar dan naik turun, membuat lidahku semakin menghujam lebih dalam ke lubang vaginanya.

"Joko... Gila banget lidah kamu..." rintihnya
"Terus... Sayang... Jangan lepaskan..." pintanya.

Paha Dahlia dibuka lebar sekali sehingga memudahkan lidahku untuk menjilatnya. Dahlia menggigit bibir bawahnya seakan menahan rasa nikmat yang bergejola dihatinya.

"Oohhh... Joko, aku nggak tahan... Ugh..." rintihnya.
"Joko cepet masukan penis kamu aku sudah nggak tahan nih," pintanya.

Perlahan aku angkat kaki kanannya dan aku baringkan ranjang yang empuk itu. Batang kemaluanku sudah mulai mencari lubang kewanitaannya dan sekali hentak.

"Bleest.." kepala penisku menggoyang vaginanya Dahlia.
"Aowww... Gila besar sekali Jok... Punya kamu," Dahlia merintih.

Gerakan maju mundur pinggulku membuat tubuh Dahlia mengelinjang hebat danm sesekali memutar pinggulnya sehingga menimbulkan kenikmatan yang luar biasa dibatang kemaluanku.

"Joko... Jangan berhenti sayang... Oogghhh," pinta Dahlia.

Dahlia terus menggoyangkan kepalanya kekanan dan kekiri seirama dengan penisku yang menghujam dalam pada lubang kewanitaannya. Sesekali Dahlia membantu pinggulnya untuk berputar-putar.

"Joko... Kamu... Memang... Jagoo... Ooohhh," kepalannya bergerak ke kiri dan ke kanan seperti orang triping.

Beberapa saat kemudian Dahlia seperti orang kesurupan dan ingin memacu birahinya sekencang mungkin. Aku berusaha mempermainkan birahinya, disaat Dahlia semakin liar. Tempo yang semula tinggi dengan spontan aku kurangi sampai seperti gerakan lambat, sehingga centi demi centi batang kemaluanku terasa sekali mengoyang dinding vagina Dahlia.

"Joko... Terus... Sayang... Jangan berhenti..." Dahlia meminta.

Permainanku benar-benar memancing birahi Dahlia untuk mencapai kepuasan birahinya. Sesaat kemudian, Dahlia benar-benar tidak bisa mengontrol birahinya. Tubuhnya bergerak hebat.

"Joko... Aakuuu... Kelluuuaaarrr... Aaakkkhhh... Goyang sayang," rintih Dahlia.

Gerakan penisku kubuat patah-patah, sehingga membuat birahi Dahlia semakin tak terkendali.

"Jok... Ooo... Aaammmpuuunnn," rintihnya panjang.

Bersamaan dengan rintihan tersebut, aku menekan penisku dengan dalam hingga mentok dilangit-langit vagina Dahlia. Aku merasakan semburan cairan membasahi seluruh penisku.

Dahlia yang sudah mendapat kedua orgasmenya, sedangkan aku masih berusaha untuk mencari kepuasan birahiku. Posisi Dahlia, sekarang menungging. Penisku yang masih tertancap pada lubang vaginanya langsung aku hujamkan kembali ke lubang vaginanya Dahlia.

"Ooohhh... Joko... Kamu... Memang... Ahli..." katanya sambil merintih.

Kedua tanganku mencengkeram pinggul Dahlia dan menekan tubuhnya supaya penisku bisa lebih menusuk ke dalam lubang vaginanya.

"Dahlia... Vagina kamu memang enak banget," pujiku.
"Kamu suka minum jamu yaaa kok seret?" tanyaku.

Dahlia hanya tersenyum dan kembali memejamkan matanya menikmati tusukan penisku yang tiada hentinya. Batang kemaluanku terasa dipijiti oleh vagina Dahlia dan hal tersebut menimbulkan kenikmatan yang luar biasa. Permainan sexku diterima Dahlia karena ternyata wanita tersebut bisa mengimbangi permainan aku.

Sampai akhirnya aku tidak bisa menahan kenikmatan yang mulai tadi sudah mengoyak birahiku.

"Dahlia... Aku mau... Keluar..."kataku mendesah.
"Aku juga sayang... Ooohhh... Nikmat terus... Terus..." Dahlia merintih.
"Joko... Keluarin didalam... Aku ingin rasakan semprotan... Kamu..." pintanya.
"Iya sudah... Ooogh... Aaakhhh..." rintihku.

Gerekan maju mundur dibelakang tubuh Dahlia semakin kencang, semakin cepat dan semakin liar. Kami berdua berusaha mencapai puncak bersama-sama.

"Joko... Aku... Aku... Ngaaak kkuuaaattt... Aaakhhh" rintih Dahlia.
"Aku juga sudah... Ooogh... Dahhh," aku merintih.
"Crut... Crut... Crut..." spermaku muncrat membanjiri vaginanya Dahlia.

Karena begitu banyak spermaku yang keluar, beberapa tetes sampai keluar dicelah vagina Dahlia. Setelah beberapa saat kemudian Dahlia membalikkan tubuhnya dan berhadapan dengan tubuhku.

"Joko, ternyata Yanti benar, kamu jago banget dalam urusan sex. Kamu memang luar biasa" kata Dahlia merintih.
"Biasa aja kok Mbak, aku hanya melakukan sepenuh hatiku saja," kataku merendah.
"Kamu luar biasa.." Dahlia tidak meneruskan kata-katanya karena bibirnya yang mungil kembali menyerang bibirku yang masih termangu.

Segera aku palingkan wajahku ke arah Karina dan Miranda, ternyata mereka sudah tertidur pulas mungkin karena sudah terlalu lelah, dan akupun tak kuasa menahan lelah dan akhirnya akupun tertidur pulas. Dan setelah 4 jam aku tertidur aku pun terbangun karena ada sesuatu yang sedang mengulum batang kemaluanku dan ternyata Miranda sudah bangun dan aku pun menikmatinya sambil menggigit bibir bawahku. Dan kuraih tubuhnya dan kucium bibirnya penuh dengan gairah dan akhirnya kami pun mengulang kembali sampai besok harinya. Dengan terpaksa aku menginap karena pertarunganku dengan mereka semakin seru aja.

Ketika pagi telah tiba akupun langsung ke kamar mandi di ikuti oleh mereka dan akupun mandi bareng dan permainan dimulai kembali didetik-detik ronde terakhir. Tanpa terasa kami berempat sudah naik didalam bathup, kami mandi bersama. Guyuran air dipancurkan shower membuat tubuh mereka yang molek bersinar diterpa cahaya lampu yang dipancarkan ke seluruh ruangan tersebut. Dengan halus, mereka menuangkan sabun cair dari perlengkapan bag shop punya mereka. Aku mengosok keseluruh tubuh mereka satu persatu, sesekali jariku yang nakal memilih punting mereka.

"Ughhh... Joko..." mereka merintih dan bergerak saat aku permainkan puntignya yang memerah.

Sebelum aku meinggalkan mereka, kami berempat berburu kenikmatan. Dan entah sudah berapa kali mereka yang sedang membutuhkan kehangatan mendapatkan orgasme. Kami memburu kenikmatan berkali-kali, kami berempat memburu birahinya yang tidak kenyang.

Sampai akhirnya waktu menunjukkan pukul 08.00 wib, dimana aku harus berangkat kerja dan pada jam seperti ini jalanan macet akupun mempercepat jalannya agar tidak terkena macet yang berkepanjangan. Aku meninggalkan Hotel H... Sambil menikmati sisa-sisa kenikmatan yang sudah ditinggalkan oleh permainan tadi.

TAMAT
Cerita Dewasa Ngentot Mbak Lala

Cerita Dewasa Ngentot Mbak Lala

cerita dewasa kakak


Hidup dikota sebagai auditor di perusahaan swasta memang sangat melelahkan. Tenaga, pikiran, semuanya terkuras. Apalagi kalau ada masalah keuangan yang rumit dan harus segera diselesaikan. Mau tidak mau, aku harus mencurahkan perhatian ekstra. Akibat dari tekanan pekerjaan yang demikian itu membuatku akrab dengan gemerlapnya dunia malam terutama jika weekend. Biasanya bareng teman sekantor aku berkaraoke untuk melepaskan beban. Kadang di 'Manhattan', kadang di 'White House', dan selanjutnya, benar-benar malam untuk menumpahkan "beban". Maklum, aku sudah berkeluarga dan punya seorang anak, tetapi mereka kutinggalkan di kampung karena istriku punya usaha dagang di sana.

Tapi lama kelamaan semua itu membuatku bosan. Ya...di Jakarta ini, walaupun aku merantau, ternyata aku punya banyak saudara dan karena kesibukan (alasan klise) aku tidak sempat berkomunikasi dengan mereka. Akhirnya kuputuskan untuk menelepon Mas Adit, sepupuku. Kami pun bercanda ria, karena lama sekali kami tidak kontak. Mas Adit bekerja di salah satu perusahaan minyak asing, dan saat itu dia kasih tau kalau minggu depan ditugaskan perusahaannya ke tengah laut, mengantar logistik sekaligus membantu perbaikan salah satu peralatan rig yang rusak. Dan dia memintaku untuk menemani keluarganya kalau aku tidak keberatan. Sebenernya aku males banget, karena rumah Mas Adit cukup jauh dari tempat kostku Aku di bilangan Ciledug, sedangkan Mas Adit di Bekasi. Tapi entah mengapa aku mengiyakan saja permintaannya, karena kupikir-pikir sekalian silaturahmi. Maklum, lama sekali tidak jumpa.

Hari Jumat minggu berikutnya aku ditelepon Mas Adit untuk memastikan bahwa aku jadi menginap di rumahnya. Sebab kata Mas Adit istrinya, mbak Lala, senang kalau aku mau datang. Hitung-hitung buat teman ngobrol dan teman main anak-anaknya. Mereka berdua sudah punya anak laki-laki dua orang. Yang sulung kelas 4 SD, dan yang bungsu kelas 1 SD. Usia Mas Adit 40 tahun dan mbak Lala 38 tahun. Aku sendiri 30 tahun. Jadi tidak beda jauh amat dengan mereka. Apalagi kata Mbak Lala, aku sudah lama sekali tidak berkunjung ke rumahnya. Terutama semenjak aku bekerja di Jakarta ini Ya, tiga tahun lebih aku tidak berjumpa mereka. Paling-paling cuma lewat telepon

Setelah makan siang, aku telepon mbak Lala, janjian pulang bareng Kami janjian di stasiun, karena mbak Lala biasa pulang naik kereta. "kalau naik bis macet banget. Lagian sampe rumahnya terlalu malem", begitu alasan mbak Lala. Dan jam 17.00 aku bertemu mbak Lala di stasiun. Tak lama, kereta yang ditunggu pun datang. Cukup penuh, tapi aku dan mbak masih bisa berdiri dengan nyaman. Kamipun asyik bercerita, seolah tidak mempedulikan kiri kanan.

Tapi hal itu ternyata tidak berlangsung lama Lepas stasiun J, kereta benar-benar penuh. Mau tidak mau posisiku bergeser dan berhadapan dengan Mbak Lala. Inilah yang kutakutkan...! Beberapa kali, karena goyangan kereta, dada montok mbak Lala menyentuh dadaku. Ahh...darahku rasanya berdesir, dan mukaku berubah agak pias. Rupanya mbak Lala melihat perubahanku dan ?ini konyolnya- dia mengubah posisi dengan membelakangiku. Alamaakk.. siksaanku bertambah..! Karena sempitnya ruangan, si "itong"-ku menyentuh pantatnya yang bulat manggairahkan. Aku hanya bisa berdoa semoga "itong" tidak bangun. Kamipun tetap mengobrol dan bercerita untuk membunuh waktu. Tapi, namanya laki-laki normal apalgi ditambah gesekan-gesekan yang ritmis, mau tidak mau bangun juga "itong"-ku. Makin lama makin keras, dan aku yakin mbak Lala bisa merasakannya di balik rok mininya itu.

Pikiran ngeresku pun muncul, seandainya aku bisa meremas dada dan pinggulnya yang montok itu.. oh... betapa nikmatnya. Akhirnya sampai juga kami di Bekasi, dan aku bersyukur karena siksaanku berakhir. Kami kemudian naik angkot, dan sepanjang jalan Mbak Lala diam saja. Sampai dirumah, kami beristirahat, mandi (sendiri-sendiri, loh..) dan kemudian makan malam bersama keponakanku. Selesai makan malam, kami bersantai, dan tak lama kedua keponakanku pun pamit tidur.

"Ndrew, mbak mau bicara sebentar", katanya, tegas sekali.
"Iya mbak.. kenapa", sahutku bertanya. Aku berdebar, karena yakin bahwa mbak akan memarahiku akibat ketidaksengajaanku di kereta tadi.
"Terus terang aja ya. Mbak tau kok perubahan kamu di kereta. Kamu ngaceng kan?" katanya, dengan nada tertahan seperti menahan rasa jengkel.
"Mbak tidak suka kalau ada laki-laki yang begitu ke perempuan. Itu namanya pelecehan. Tau kamu?!"
"MMm.. maaf, mbak..", ujarku terbata-bata.
"Saya tidak sengaja. Soalnya kondisi kereta kan penuh banget. Lagian, nempelnya terlalu lama.. ya.. aku tidak tahan"
"Terserah apa kata kamu, yang jelas jangan sampai terulang lagi. Banyak cara untuk mengalihkan pikiran ngeres kamu itu. Paham?!" bentak Mbak Lisa.
"Iya, Mbak. Saya paham. Saya janji tidak ngulangin lagi"
"Ya sudah. Sana, kalau kamu mau main PS. Mbak mau tidur-tiduran dulu. kalau pengen nonton filem masuk aja kamar Mbak." Sahutnya. Rupanya, tensinya sudah mulai menurun.

Akhirnya aku main PS di ruang tengah. Karena bosan, aku ketok pintu kamarnya. Pengen nonton film. Rupanya Mbak Lala sedang baca novel sambil tiduran. Dia memakai daster panjang. Aku sempat mencuri pandang ke seluruh tubuhnya. Kuakui, walapun punya anak dua, tubuh Mbak Lala betul-betul terpelihara. Maklumlah, modalnya ada. Akupun segera menyetel VCD dan berbaring di karpet, sementara Mbak Lala asyik dengan novelnya.

Entah karena lelah atau sejuknya ruangan, atau karena apa akupun tertidur. Kurang lebih 2 jam, dan aku terbangun. Film telah selesai, Mbak Lala juga sudah tidur. Terdengar dengkuran halusnya. Wah, pasti dia capek banget, pikirku.

Saat aku beranjak dari tiduranku, hendak pindah kamar, aku terkesiap. Posisi tidur Mbak Lala yang agak telungkup ke kiri dengan kaki kana terangkat keatas benar-benar membuat jantungku berdebar. Bagaimana tidak? Di depanku terpampang paha mulus, karena dasternya sedikti tersingkap. Mbak Lala berkulti putih kemerahan, dan warna itu makin membuatku tak karuan. Hatiku tambah berdebar, nafasku mulai memburu.. birahiku pun timbul..

Perlahan, kubelai paha itu.. lembut.. kusingkap daster itu samapi pangkal pahanya.. dan.. AHH... "itong"-ku mengeras seketika. Mbak Lala ternyata memakai CD mini warna merah.. OHH GOD.. apa yang harus kulakukan... Aku hanya menelan ludah melihat pantatnya yang tampak menggunung, dan CD itu nyaris seperti G-String. Aku bener-bener terangsang melihat pemandangan indah itu, tapi aku sendiri merasa tidak enak hati, karena Mbak Lala istri sepupuku sendiri, yang mana sebetulnya harus aku temani dan aku lindungi dikala suaminya sedang tidak dirumah.

Namun godaan syahwat memang mengalahkan segalanya. Tak tahan, kusingkap pelan-pelan celana dalamnya, dan tampaklah gundukan memeknya berwarna kemerahan. Aku bingung.. harus kuapakan.. karena aku masih ada rasa was-was, takut, kasihan... tapi sekali lagi godaan birahi memang dahsyat.Akhirnya pelan-pelan kujilati memek itu dengan rasa was-was takut Mbak Lala bangun. Sllrrpp.. mmffhh... sllrrpp... ternyata memeknya lezat juga, ditambah pubic hair Mbak Lala yang sedikit, sehingga hidungku tidak geli bahkan leluasa menikmati aroma memeknya.

Entah setan apa yang menguasai diriku, tahu-tahu aku sudah mencopot seluruh celanaku. Setelah "itong"-ku kubasahi dengan ludahku, segera kubenamkan ke memek Mbak Lala. Agak susah juga, karena posisinya itu. Dan aku hasrus ekstra hati-hati supaya dia tidak terbangun. Akhirnya "itongku"-ku berhasil masuk. HH... hangat rasanya.. sempit.. tapi licin... seperti piston di dalam silinder. Entah licin karena Mbak Lala mulai horny, atau karena ludah bekas jilatanku.. entahlah. Yang pasti, kugenjot dia.. naik turun pelan lembut.. tapi ternyata nggak sampai lima menit. Aku begitu terpukau dengan keindahan pinggul dan pantatnya, kehalusan kulitnya, sehingga pertahananku jebol. Crroott... ccrroott.. sseerr.. ssrreett.. kumuntahkan maniku di dalam memek Mbak Lala. Aku merasakan pantatnya sedikit tersentak. Setelah habis maniku, pelan-pelan dengan dag-dig-dug kucabut penisku.

"Mmmhh... kok dicabut tititnya.." suara Mbak Lala parau karena masih ngantuk.
"Gantian dong..aku juga pengen.."
Aku kaget bukan main. Jantungku tambah keras berdegup.
"Wah.. celaka..", pikirku.
"Ketahuan, nich..." Benar saja! Mbak Lala mambalikkan badannya. Seketika dia begitu terkejut dan secara refleks menampar pipiku. Rupanya dia baru sadar bahwa yang habis menyetubuhinya bukan Mas Adit, melainkan aku, sepupunya.
"Kurang ajar kamu, Ndrew", makinya.
"KELUAR KAMU...!"

Aku segera keluar dan masuk kamar tidur tamu. Di dalam kamar aku bener-bener gelisah.. takut.. malu.. apalagi kalau Mbak Lala sampai lapor polisi dengan tuduhan pemerkosaan. Wah.. terbayang jelas di benakku acara Buser... malunya aku.

Aku mencoba menenangkan diri dengan membaca majalah, buku, apa saja yang bisa membuatku mengantuk. Dan entah berapa lama aku membaca, aku pun akhirnya terlelap. Seolah mimpi, aku merasa "itong"-ku seperti lagi keenakan. Serasa ada yang membelai. Nafas hangat dan lembut menerpa selangkanganku. Perlahan kubuka mata.. dan..

"Mbak Lala..jangan", pintaku sambil aku menarik tubuhku.
"Ndrew.." sahut Mbak Lala, setengah terkejut.
"Maaf ya, kalau tadi aku marah-marah. Aku bener-bener kaget liat kamu tidak pake celana, ngaceng lagi."
"Terus, Mbak maunya apa?" taku bertanya kepadaku. Aneh sekali, tadi dia marah-marah, sekarang kok.. jadi begini..
"Terus terang, Ndrew.. habis marah-marah tadi, Mbak bersihin memek dari sperma kamu dan disiram air dingin supaya Mbak tidak ikutan horny. Tapi... Mbak kebayang-bayang titit kamu. Soalnya Mbak belum pernah ngeliat kayak punya kamu. Imut, tapi di meki Mbak kerasa tuh." Sahutnya sambil tersenyum.

Dan tanpa menunggu jawabanku, dikulumnya penisku seketika sehingga aku tersentak dibuatnya. Mbak Lala begitu rakus melumat penisku yang ukurannya biasa-biasa saja. Bahkan aku merasakan penisku mentok sampai ke kerongkongannya. Secara refleks, Mbak naik ke bed, menyingkapkan dasternya di mukaku. Posisii kami saat ini 69. Dan, Ya Tuhan, Mbak Lala sudah melepas CD nya. Aku melihat memeknya makin membengkak merah. Labia mayoranya agak menggelambir, seolah menantangku untuk dijilat dan dihisap. Tak kusia-siakan, segera kuserbu dengan bibirku..

"SSshh.. ahh.. Ndrew.. iya.. gitu.. he-eh.. Mmmffhh.. sshh.. aahh" Mbak Lala merintih menahan nikmat. Akupun menikmati memeknya yang ternyata bener-bener becek. Aku suka sekali dengan cairannya.
"Itilnya.. dong... Ndrew.. mm.. IYAA... AAHH... KENA AKU... AMPUUNN NDREEWW.."
Mbak Lala makin keras merintih dan melenguh. Goyangan pinggulnya makin liar dan tak beraturan. Memeknya makin memerah dan makin becek. Sesekali jariku kumasukkan ke dalamnya sambil terus menghisap clitorisnya. Tapi rupanya kelihaian lidah dan jariku masih kalah dengan kelihaian lidah Mbak Lala. Buktinya aku merasa ada yang mendesak penisku, seolah mau menyembur.

"Mbak... mau keluar nih..." kataku.
Tapi Mbak Lala tidak mempedulikan ucapanku dan makin ganas mengulum batang penisku. Aku makin tidak tahan dan.. crrootts... srssrreett... ssrett... spermaku muncrat di muutu Mbak Lala. Dengan rakusnya Mbak Lala mengusapkan spermaku ke wajahnya dan menelan sisanya.

"Ndrewww.. kamu ngaceng terus ya.. Mbak belum kebagian nih..." pintanya.
Aku hanya bisa mmeringis menahan geli, karena Mbak Lala melanjutkan mengisap penisku. Anehnya, penisku seperti menuruti kemauan Mbak Lala. Jika tadi langsung lemas, ternyata kali ini penisku dengan mudahnya bangun lagi. Mungkin karena pengaruh lendir memek Mbak Lala sebab pada saat yang sama aku sibuk menikmati itil dan cairan memeknya, aku jadi mudah terangsang lagi.

Tiba-tiba Mbak Lala bangun dan melepaskan dasternya.
"Copot bajumu semua, Ndrew" perintahnya.
Aku menuruti perintahnya dan terperangah melihat pemandangan indah di depanku. Buah dada itu membusung tegak. Kuperkirakan ukurannya 36B. Puting dan ariolanya bersih, merah kecoklatan, sewarna kulitnya. Puting itu benar-benar tegak ke atas seolah menantang kelelakianku untuk mengulumnya. Segera Mbak Lala berlutut di atasku, dan tangannya membimbing penisku ke lubang memeknya yang panas dan basah. Bless... sshh...
"Aduhh... Ndrew... tititmu keras banget yah..." rintihnya.
"kok bisa kayak kayu sih...?"
Mbak Lala dengan buasnya menaikturunkan pantatnya, sesekali diselingi gerkan maju mundur. Bunyi gemerecek akibat memeknya yang basah makin keras. Tak kusia-siakan, kulahap habis kedua putingnya yang menantang, rakus. Mbak Lala makin keras goyangnya, dan aku merasakan tubuh dan memeknya makin panas, nafasnya makin memburu. Makin lama gerakan pinggul Mbak Lala makin cepat, cairan memeknya membanjir, nafasnya memburu dan sesaat kurasakan tubuhnya mengejang.. bergetar hebat.. nafasnynya tertahan.

"MMFF... SSHSHH.. AAIIHH... OUUGGHH... NDREEWW... MBAK KELUAARR... AAHHSSHH..."
Mbak Lala menjerit dan mengerang seiring dengan puncak kenikmatan yang telah diraihnya. Memeknya terasa sangat panas dan gerakan pinggulnya demikian liar sehingga aku merasakan penisku seperti dipelintir. Dan akhirnya Mbak Lala roboh di atas dadaku dengan ekspresi wajah penuh kepuasan. Aku tersenyum penuh kemenangan sebab aku masih mampu bertahan...

Tak disangka, setelah istirahat sejenak, Mbak Lala berdiri dan duduk di pinggir spring bed. Kedua kakinya mengangkang, punggungnya agak ditarik ke belakang dan kedua tangannya menyangga tubuhnya.
"Ndrew, ayo cepet masukin lagi. Itil Mbak kok rasanya kenceng lagi.." pintanya setengah memaksa.
Apa boleh buat, kuturuti kemauannya itu. Perlahan penisku kugosok-gosokkan ke bibir memek dan itilnya. Memek Mbak Lala mulai memerah lagi, itilnya langsung menegang, dan lendirnya tampak mambasahi dinding memeknya.
"SShh.. mm.. Ndrew.. kamu jail banget siicchh... oohh..." rintihnya.
"Masukin aja, yang... jangan siksa aku, pleeaassee..." rengeknya.

Mendengar dia merintih dan merengek, aku makin bertafsu. Perlahan kumasukkan penisku yang memang masih tegak ke memeknya yang ternyata sangat becek dan terasa panas akibat masih memendam gelora birahi. Kugoyang maju mundur perlahan, sesekali dengan gerakan mencangkul dan memutar. Mbak Lala mulai gelisah, nafasnya makin memburu, tubuhnya makin gemetaran. Tak lupa jari tengahku memainkan dan menggosok clitorisnya yang ternyata benar-benar sekeras dan sebesar kacang. Iseng-iseng kucabut penisku dari liang surganya, dan tampaklah lubang itu menganga kemerahan.. basah sekali..

Gerakan jariku di itilnya makin kupercepat, Mbak Lala makin tidak karuan gerakannya. Kakinya mulai kejang dan gemetaran, demikian pula sekujur tubuhnya mulai bergetar dan mengejang bergantian. Lubang memek itu makin becek, terlihat lendirnya meleleh dengan derasnya, dan segera saja kusambar dengan lidahku.. direguk habis semua lendir yang meleleh. Tentu saja tindakanku ini mengagetkan Mbak Lala, terasa dari pinggulnya yang tersentak keras seiring dengan jilatanku di memeknya.

Kupandangi memek itu lagi, dan aku melihat ada seperti daging kemerahan yang mencuat keluar, bergerinjal berwarna merah seolah-olah hendak keluar dari memeknya. Dan nafas Mbak Lala tiba-tiba tertahan diiringi pekikan kecil.. dan ssrr... ceerr.. aku merasakan ada cairan hangat muncrat dari memeknya.

"Mbak.. udah keluar?", tanyaku.
"Beluumm.., Ndreew.. ayo sayang.. masukin ****** kamu... aku hampir sampaaii.." erangnya.
Rupanya Mbak Lala sampai terkencing-kencing menahan nikmat.
Akibat pemandangan itu aku merasa ada yang mendesak ingin keluar dari penisku, dan segera saja kugocek Mbak Lala sekuat tenaga dan secepat aku mampu, sampai akhirnya..

"NDREEWW... AKU KELUAARR... OOHH... SAYANG... MMHH... AAGGHH... UUFF...", Mbak Lala menjerit dan mengerang tidak karuan sambil mengejang-ngejang.
Bola matanya tampak memutih, dan aku merasa jepitan di penisku begitu kuat. Akhirnya bobol juga pertahananku..

"Mbak.. aku mau muncrat nich.." kataku.
"Keluarin sayang... ayo sayang, keluarin di dalem... aku pengen kehangatan spermamu sekali lagi..." pintanya sambil menggoyangkan pinggulnya, menepuk pantatku dan meremas pinggulnya.
Seketika itu juga.. Jrruuoott... jrroott... srroott..
"Mbaakk.. MBAAKK... OOGGHH... AKU MUNCRAT MBAAKK..." aku berteriak.
"Hmm.. ayo sayang... keluarkan semua... habiskan semua... nikmati, sayang... ayo... oohh... hangat... hangat sekali spermamu di rahimku.. mmhh..." desah Mbak Lala manja menggairahkan.
Akupun terkulai diatas tubuh moleknya dengan nafas satu dua. Benar-benar malam jahanam yang melelahkan sekaligus malam surgawi.

"Ndrew, makasih ya... kamu bisa melepaskan hasratku.." Mbak Lala tersenyum puas sekali..
"He-eh.. Mbak.. aku juga.." balasku.
"Aku juga makasih boleh menikmati tubuh Mbak. Terus terang, sejak ngeliat Mbak, aku pengen bersetubuh dengan Mbak. Tapi aku sadar itu tak mungkin terjadi. Gimana dengan keluarga kita kalau sampai tahu."
"Waahh.. kurang ajar juga kau ya..." kata Mbak Lala sambil memencet hidungku.
"Aku tidak nyangka kalau adik sepupuku ini pikirannya ngesex melulu. Tapi, sekarang impian kamu jadi kenyataan kan?"
"Iya, Mbak. Makasih banget.. aku boleh menikmati semua bagian tubuh Mbak." Jawabku.
"Kamu pengalaman pertamaku, Ndrew. Maksud Mbak, ini pertama kali Mbak bersetubuh dengan laki-laki selain Mas Adit. tidak ada yang aneh kok. Titit Mas Adit jauh lebih besar dari punya kamu. Mas Adit juga perkasa, soalnya Mbak berkali-kali keluar kalau lagi join sama masmu itu" sahutnya.
"Terus, kok keliatan puas banget? Cari variasi ya?" aku bertanya.
"Ini pertama kalinya aku sampai terkencing-kencing menahan nikmatnya gesekan jari dan tititmu itu. Suer, baru kali ini Mbak sampai pipisin kamu segala. Kamu nggak jijik?"
"Ooohh.. itu toh..? Kenapa harus jijik? Justru aku makin horny.." aku tersenyum.

Kami berpelukan dan akhirnya terlelap. Kulihat senyum tersungging di bibir Mbak Lalaku tersayang...